Selasa 22 Nov 2016 13:00 WIB

Lembaga Kemanusiaan Sulit Masuk

Red:

JAKARTA -- Lembaga kemanusiaan nasional dan internasional mengalami kesulitan untuk masuk ke kawasan utara Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Ini tak lepas dari penutupan akses yang dilakukan pemerintah setempat.

Menurut Presiden Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) Syuhelmaidi Syukur, ACT pun mengalami kesulitan senada. "Kita (ACT) sendiri masuknya tidak mudah. Harus sembunyi-sembunyi, tergantung kondisinya," katanya kepada Republika di Jakarta, Senin (21/11).

Syuhelmaidi mengatakan, kalau kondisi memungkinkan, tim dari ACT bisa langsung masuk ke kamp pengungsian di Kota Sittwe, Myanmar. Akan tetapi, kalau situasinya sedang tidak memungkinkan, tim ACT harus melalui mitra ACT di Myanmar untuk bisa menyampaikan bantuan.

Menurut Syuhelmaidi, negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), ASEAN, termasuk Indonesia, diharapkan bisa melakukan diplomasi dengan Pemerintah Myanmar. Tujuannya agar Pemerintah Myanmar lebih kooperatif terhadap bantuan dari lembaga kemanusiaan.

Syuhelmaidi menjelaskan, ACT sudah mengirim tim pada Ahad (20/11) untuk langsung masuk ke lokasi konflik. Anggota tim sebanyak dua orang. Mereka diminta untuk melihat kondisi dan situasi di Rakhine Utara secara langsung.

Syuhelmaidi pun menambahkan, ACT juga sedang menyiapkan tim yang akan dikirim ke Bangladesh. Tim tersebut akan membantu Muslim Rohingya yang ada di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa segera berangkat," ujarnya.

Lembaga kemanusiaan nasional lainnya, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), sedang mempersiapkan tim untuk diberangkatkan ke Rakhine, Myanmar. Presiden Direktur PKPU, Agung Notowiguno, mengatakan, langkah ini diambil seiring semakin memburuknya situasi di sana.

Rencananya, tim akan diberangkatkan pada Rabu (23/11). Mereka akan melakukan assessment untuk menindaklanjuti pola bantuan yang akan diberikan.

Berdasarkan informasi yang diterima PKPU dari tim kemanusiaan lokal yang menjadi partner di sana, lokasi shelter pengungsian dan sekolah yang dibangun PKPU saat ini dalam kondisi yang aman.

"Sebab, tragedi kemanusiaan yang terjadi baru-baru ini berlangsung di lokasi yang sedikit berbeda dengan lokasi sebelumnya," kata Agung.

Direktur Utama Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan, kepada Republika, mengatakan, dalam waktu dekat relawan-relawan Dompet Dhuafa juga akan diberangkatkan ke Myanmar. Mereka akan memperkuat tim relawan lokal yang sudah ada di sana.

Imam mengungkapkan, tim dari Indonesia akan memantau level keamanan untuk akses masuk bantuan di Rakhine. Kendati demikian, Dompet Dhuafa juga berharap negara-negara Islam dan lainnya dapat membantu Muslim Rohingya.

DD juga akan menyalurkan bantuan senilai Rp 1 miliar kepada para korban konflik. "Kami berkomitmen untuk membantu sekitar satu miliar rupiah untuk masyarakat Rohingya yang menjadi korban konflik saat ini," kata

Bangun RS

Sementara itu, Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) mempunyai program jangka pendek dan jangka panjang untuk membantu korban tragedi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar. Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad mengatakan, dalam melaksanakan program jangka pendek, MER-C sudah memberikan mobil ambulans, obat-obatan, hingga selimut untuk pengungsi.

Sementara untuk program jangka panjang, MER-C bersama Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dengan difasilitasi oleh Wakil Presiden Jusuf kalla akan membangun rumah sakit di Rakhine. Rumah sakit tersebut merupakan kolaborasi antara Muslim dan Buddha.

"Untuk memberitahukan secara tidak langsung kepada publik dan Pemerintah Myanmar bahwa di Indonesia Muslim dan Buddha bisa hidup rukun," kata Sarbini kepada Republika. Saat ini, lanjut dia, MER-C sedang mempersiapkan draf anggaran untuk membangun rumah sakit tersebut.

"Kalau sudah ada daftar harga semua pembiayaan untuk membangun rumah sakit, tahap selanjutnya tinggal memulai pembangunannya," ujar Sarbini. Ia menjelaskan, MER-C dan Walubi berencana memulai pembangunan rumah sakit tersebut pada tahun ini.

"Secepatnya kita bangun," katanya. Sarbini menerangkan, rumah sakit akan dibangun di tengah-tengah masyarakat Muslim dan Buddha di Rakhine.

Rumah sakit tersebut nantinya akan menjadi pertemuan antara pasien Muslim dan Buddha. "Rumah sakit merupakan institusi netral. Jadi, semua orang dari berbagai latar belakang bisa berobat di sana. Diharapkan, selama berjalannya waktu, masyarakat Muslim dan Buddha bisa saling pengertian ke depannya. Inilah yang akan diplopori oleh MER-C dan Walubi. Kalau ini terwujud, akan menjadi sebuah simbol perdamaian," ujar Sarbini menjelaskan.     rep: Fuji Eka Permana, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement