Kamis 29 Sep 2016 15:00 WIB

Tanaman Kayu Bisa Jadi Solusi

Red:

JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan, salah satu solusi untuk mengatasi banjir dan tanah longsor adalah menanam tanaman kayu. Sebab, jenis tanaman lain tidak dapat menyerap air.

"Tanaman sayuran ataupun palawija di lahan pertanian apa bisa menyerap air? Tidak," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho di Jakarta, Selasa (27/9). Hilman menyadari, masyarakat perlu bertahan hidup, termasuk mereka yang hidup di daerah rawan banjir ataupun longsor.

Dengan begitu, mereka memilih untuk membuka lahan pertanian di area yang seharusnya ditanami dengan tanaman kayu. Imbasnya tidak baik karena air hujan tidak tertampung dan berakibat pada banjir dan tanah longsor.

Karena itu, solusi yang dapat dikedepankan adalah menanam tanaman sayur atau palawija di antara tanaman kayu. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang menambahkan, peran penyuluh pertanian juga diperlukan untuk mengatasi bencana alam.

Awang meminta agar para penyuluh membantu masyarakat petani melakukan penanaman tanaman kayu di lahan pertanian yang mereka garap. Dia mengatakan, bencana alam yang terjadi di Indonesia selain dipengaruhi La Nina dan El Nino, juga disebabkan ulah masyarakat.

Rata-rata bencana di Indonesia terjadi di daerah dengan topografi alam cukup curam. "Sementara di luar hutan, tidak ada tanaman keras, semua dibuat tanaman hortikultura. Mereka menanam sayur di lereng-lereng. Apa bisa menahan air? Di sana peran penyuluh," katanya kepada Republika.

BNPB telah memetakan wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami bencana banjir dan tanah longsor. Selain itu, BNPB mencatat sebanyak 63,7 juta jiwa tinggal di daerah rawan banjir.

Sedangkan, sebanyak 40,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan tanah longsor. Dari data tersebut, BNPB telah berkoordinasi dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.

Khusus untuk tanah longsor, ada delapan wilayah Indonesia yang memiliki potensi tinggi bencana tersebut. Tren kenaikan potensi bencana tanah longsor diperkirakan akan terjadi sejak Oktober.

Berdasarkan pendataan BNPB, kedelapan wilayah yang berpotensi terkena bencana longsor, yakni kawasan sepanjang Bukit Barisan (Sumatra), Jawa Bagian Tengah, Jawa bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari jumlah tersebut, terdapat penduduk dengan mobilitas rendah karena berstatus warga lansia, para difabel, dan balita.

Secara perinci, jumlah warga dengan mobilitas rendah terbagi atas 4,28 juta balita, 3,2 juta warga lansia, dan 323.000 difabel. Sementara, sisanya merupakan warga dengan mobilitas normal. Untuk mengatasi kerugian akibat tanah longsor, BNPB telah memasang sistem peringatan dini di daerah rawan. Langkah antisipasi lain yang dilakukan adalah menyiapkan jalur evakuasi, persiapan tanggap darurat, dan penetapan status darurat bencana di kawasan rawan longsor.

Selain itu, lanjut Awang, kampanye mencintai dan menjaga lingkungan juga terus digalakkan KLHK guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Di dalam kampanye lingkungan, KLHK selalu meminta masyarakat untuk bersiap menghadapi La Nina dan El Nino serta melakukan penanaman pohon.

Pada beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang kritis, Awang melanjutkan, KLHK membuat embung-embung kecil sebagai bentuk pengendalian air hujan. Namun, lagi-lagi, masyarakat dan alam yang memiliki peran besar terhadap adanya bencana.

Sebagai contoh, sebelum bencana di Garut terjadi, Awang mengatakan, KLHK telah membuat 400 unit embung. Namun, curah hujan yang tinggi tidak dapat ditampung embung-embung tersebut.

Berdasarkan data KLHK, saat ini luas lahan kritis di Indonesia mencapai 24,3 juta hektare. Perubahan lahan prima menjadi lahan kritis yang terjadi di kawasan budi daya mencapai sekitar 100 ribu hektare setiap tahunnya.     rep: Melisa Riska Putri, Dian Erika Nugraheny/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement