Sabtu 24 Sep 2016 20:14 WIB

Tindak Perambah Hutan di Garut

Red: Arifin

Kapolri minta Polda Jabar mencari tahu penyebab banjir.

 

JAKARTA -- Bencana banjir bandang yang terjadi di Garut, Jawa Barat, dinilai terjadi akibat gundulnya hutan konservasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan, akan mengambil tindakan terhadap pelaku perambahan hutan apabila ditemukan. 

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, KLHK akan mengirim tim ke Garut untuk mencari bukti keterlibatan manusia dalam bencana ini. "Kami akan menindak tegas perambahan hutan konservasi yang sudah jelas-jelas di larang," ujarnya di Jakarta, Jumat (23/9).

Hampir setengah wilayah Garut dikelilingi oleh perbukitan dan hutan, termasuk hutan konservasi, serta beberapa menjadi hulu sungai. Dengan demikian, apa bila ada kerusakan ling kungan salah satunya disebabkan oleh perambahan hutan lindung, dapat mengakibatkan longsor dan banjir. 

Menurut Siti, tidak tertutup ke mungkinan juga di Garut ada pembalakan ilegal, yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Lebih lanjut, dia menambahkan, jumlah hutan konservasi atau hutan lindung yang ada di wilayah tersebut berbatasan langsung dengan lahan milik warga setempat. 

Oleh karena itu, dengan menurunkan tim secara langsung, Siti berharap dapat diketahui, apakah ada perambahan hutan konservasi di sana. Tidak hanya itu, dia juga akan menelusuri laporan adanya dugaan alih fungsi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk. 

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memerintahkan Polda Jawa Barat untuk bersama- sama dengan pemerintah daerah, mencari tahu penyebab bencana banjir bandang di Garut.

Tujuannya agar ke depan kejadian serupa tidak terulang lagi.

"Kapolda ada di sini, pemda, Walhi untuk mempelajari apa penyebabnya (banjir) supaya tidak terulang lagi kejadian seperti ini," kata Tito. Dia mengatakan, pencarian itu dituju kan untuk mengetahui, apakah bencana banjir bandang terjadi karena fenomena alam atau adanya kerusakan lingkungan.

"Maka harus dicari jalan keluar, kalau bisa penegakan hukum," ujarnya. Selanjutnya, menurut Tito, perlu dilakukan tindakan hukum jika ada pembalakan pohon secara ilegal, perambahan hutan sehingga terjadi penggundulan hutan.

Tito menerangkan, apakah debit air yang melonjak tiba-tiba merupakan fenomena alam biasa atau dampak dari kerusakan lingkungan. Maka harus dicari jalan keluarnya. Baik melalui cara-cara nonpenegakan hukum maupun penegakan hukum. 

Cara nonpenegakan hukum, diterangkan dia, misalnya melalui cara penghijauan kembali daerah aliran sungai. Kalau ternyata terjadi pembalakan ilegal atau perambahan hutan oleh oknum tertentu sehingga mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan, harus dipelajari penyebabnya.

Ia menegaskan, kalau akar masalahnya tidak selesai, dikhawatirkan akan terjadi lagi hal serupa. "Saya minta bapak kapolda bekerja sama dengan stake holderlain, untuk mempelajari apa penyebabnya, supaya ini tidak terulang lagi," kata Jenderal Pol Tito. Kepolisian akan membantu proses evakuasi, menolong, dan mencari korban banjir serta membantu warga yang rumahnya rusak atau hilang. 

Di Sumedang, Bupati Sumedang Eka Setiawan akan mengupayakan relokasi bagi korban bencana tanah longsor di wilayah Ciherang dan Cimareme, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Saat ini, pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum tengah mendata kerugian dan hal yang bisa mendapat perbaikan. 

Sementara itu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Mochamad Mazid mengatakan, keberadaan air dari sisi kualitas dan kuantitas sangat berkaitan erat dengan kualitas lingkungan. 

Mazid menerangkan, salah satu penyebab banjir adalah tutupan kawasan konservasi di hulu DAS Cimanuk sudah sangat terbuka. Ketika terjadi hujan di lokasi yang banyak pepohonan, seharusnya air bisa terserap dan tersimpan di dalam tanah. Pada saatnya akan dialirkan sesuai dengan kebutuhan.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sumedang Ayi Rusmana mengungkapkan, bupati tengah mengkaji apakah bekas lokasi longsor masih bisa di tempati masyarakat atau harus direlokasi.         rep: Ali Mansur, Muhammad Fauzi Ridwan, Fuji Eka Permana/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement