Jumat 26 Aug 2016 14:00 WIB

Petani Tembakau Keluhkan Pemerintah

Red:

DEMAK -- Puluhan petani tembakau di Desa Sumberejo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menggelar aksi bakar tanaman tembakau di ladang mereka, Kamis (25/8). Para petani menuntut pemerintah membuat kebijakan yang memihak mereka.

Mereka mendesak Presiden Joko Widodo segera meratifikasi kebijakan pertembakauan agar  berpihak kepada petani. Belum adanya payung hukum yang jelas memicu industri rokok leluasa menetapkan harga tembakau di tingkat petani.

Salah satu petani tembakau di Desa Sumberejo, Ali Subhan (47), menyatakan, desanya sejak dahulu dikenal sebagai daerah penghasil tembakau. Dari 2.500 jiwa warga desa ini, sebanyak 1.500 jiwa di antaranya mengandalkan hidup dari menanam tembakau.

Kualitas tembakau yang dihasilkan dari kawasan lahan tadah hujan ini juga dikenal bagus. Sejumlah industri rokok besar di Tanah Air juga membeli tembakau dari Desa Sumberejo yang luas cakupan tanamnya mencapai 400 hektare.

Tiap kali panen raya menghasilkan 1,8 ton tembakau per hektare. Namun, produksi ini tidak akan berarti apa pun kalau harga tembakau di tingkat petani selalu jatuh. "Tolong Pak Jokowi, perhatikan nasib petani tembakau seperti kami. Pemerintah jangan berpangku tangan.''

Terlebih lagi, dengan adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau beberapa tahun ini, berdampak pada merosotnya daya beli industri rokok. "Kembali, tak ada keberpihakan kepada kami," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Kabupaten Demak, Supriyadi, menegaskan.

Supriyadi  menuturkan, selama ini kebijakan pertembakauan kurang menguntungkan para petani. Di lain pihak, petani menjadi penopang kebutuhan industri penyumbang pemasukan negara yang tinggi melalui cukai.

Para petani pun mendesak pemerintah mengontrol keran impor tembakau. "Sebab, tidak adanya pengendalian impor tembakau, justru secara tak langsung mematikan keberlangsungan petani lokal," ujarnya menambahkan.

Supriyadi juga menegaskan, adanya wacana pemerintah tentang harga rokok membuat para petani tembakau di "Kota Wali" ini kian resah. Saat pabrik rokok dikenai cukai tinggi, daya beli pabrik pasti rendah dan akhirnya membuat petani tembakau terpuruk.

Dua tahun lalu, sebelum ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau, para petani bisa menjual tembakau dengan harga Rp 30 ribu–Rp 40 ribu per kilogram. Namun, harga jual tembakau turun menjadi Rp 12 ribu-20 ribu/kg saat pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau.

Karena itu, petani juga mendesak juga pemerintah mengatur impor tembakau. "Kalau tembakau produk luar negeri saja diperhatikan, mengapa justru kami yang terkatung-katung oleh kebijakan pertembakauan ini," katanya.

DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai, kenaikan harga rokok tidak akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan petani tembakau. Sebab, petani tembakau di NTB sebelumnya sudah dikontrak oleh perusahaan rokok dengan harga tembakau yang sudah ditetapkan.

Anggota Komisi II DPRD NTB Burhanudin mengatakan, petani berharap wacana kenaikan harga rokok akan berdampak secara ekonomi. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan berpengaruh sebab petani sudah dikontrak perusahaan dengan harga yang sudah ditetapkan.

Menurutnya, para petani tembakau bisa mendapatkan dampak keuntungan dari kenaikan harga rokok pada tahun mendatang. Selain itu, kenaikan harga rokok bisa mendorong industri lokal lebih berkembang.

"Banyak variasi akan muncul dengan kenaikan harga rokok dari berkembangnya industri lokal rokok," ungkap Burhanuddin di Mataram, Kamis. Ia menambahkan, kenaikan harga bagi mereka yang baru merokok, akan lebih terasa berat dibandingkan dengan perokok berat. Sedangkan, perokok berat kemungkinan besar akan berpindah memilih rokok murah.

Pengetatan penjualan

Secara terpisah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menekankan pembatasan penjualan rokok, terutama di warung-warung. Tak adanya pembatasan, membuat rokok mudah diperoleh kalangan anak-anak.

''Hal yang penting memang perlu adanya pengetatan penjualan rokok sehingga peredarannya terpantau,'' kata Yohana di Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (25/8). Ia mendorong penjualan rokok seharusnya hanya di pasar swalayan sehingga pembelinya terbatas.

Menurut dia, perlunya  pembatasan dalam penjualan rokok menjadikan rokok hanya dapat diakses kalangan tertentu. Barang adiktif itu merugikan tumbuh kembang anak sehingga perlu dipikirkan bersama agar tidak dikonsumsi anak-anak lagi.    rep: Bowo Pribadi, Muhammad Fauzi Ridwan/antara, ed: Ferry Kisihandi 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement