Jumat 24 Jun 2016 15:00 WIB

Delapan Jilid Kisah Habibie

Red:

Habibie, pahlawan kami

Habibie, pahlawan kami

Kami, anak-anak Indonesia

Penerus bangsa

Yang tak kenal lelah

Dan pantang menyerah

 

Tekadmu yang begitu kuat

Semangatmu yang begitu berkobar

Kami meneruskan perjuanganmu

Yang telah Kau Lakukan

 

Kami bangga

Memiliki seorang sosok hebat

Sepertimu

 

Engkau juga orang yang rendah hati

Gigih dan bersahaja

Yang terus maju

Walau badai terus menyerang

 

Engkau adalah seorang pahlawan

Yang patut jadi contoh

Bagi masyarakat Indonesia

 

Habibie,

Engkau menjadi panutan bagi kami

Generasi penerus bangsa ini

Kutipan bait puisi tersebut terdengar lantang di kediaman Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, di Kuningan, Jakarta Selatan. Kata-kata yang tertuang dan disuarakan dengan merdu itu merupakan karya Dhabith Aufa Abqary, siswi kelas dua salah satu SMP di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Dhabith mendapatkan kesempatan emas dan pengalaman yang luar biasa. Remaja berhijab ini  diundang Penerbit Tiga Serangkai untuk terlibat dalam penulisan salah satu dari delapan seri buku 80 tahun Habibie.

Termasuk, menuliskan puisi yang tercetak di salah satu buku seri tersebut, yakni "Habibie: Dalam Komik, Puisi dan Surat". Dalam pandangan Dabith, Habibie merupakan sosok yang begitu menginspirasi bagi masyarakat Indonesia, termasuk dirinya sendiri.

"Yang paling saya ingat dari sosok Habibie adalah kemampuannya dalam membuat pesawat. Itu sangat menginspirasi," kata Dabith kepada Republika, kemarin.  Selain kehebatan dalam teknologi, sikap dan karakter Habibie juga Dabith kagumi.

Menurut dia, Habibie merupakan sosok pekerja keras dan tidak mudah menyerah dalam keadaan apa pun. Habibie juga figur yang percaya pada kemampuan diri sendiri dan ikon kecerdasan Indonesia. Hal-hal seperti itu tentu perlu ditiru oleh generasi muda, terutama dirinya.

Editor Penerbit Tiga Serangkai, Sutanto Sastraedja, juga mengaku, Habibie merupakan sosok inspiratif. Perjalanan hidup Habibie yang penuh prestasi perlu ditiru oleh masyarakat Indonesia, terutama para generasi muda.

Untuk itu, kehebatan Habibie perlu ditulis dan diketahui masyarakat luar. Caranya, dengan menyajikan kisah Habibie dalam bahasa populer dan bisa dipahami generasi berikutnya. Dalam konteks ini, ada delapan seri buku Habibie yang bisa dinikmati masyarakat Indonesia.

Ini bagaikan hadiah ulang tahun ke-80 dari mantan presiden RI tersebut. Peringatan hari jadi sang cendekiawan Muslim ini jatuh pada 25 Juni tahun ini. Delapan seri buku Habibie ini ditulis oleh Andi Makmur Makka. Ia pernah menjabat sebagai pemred Republika.

Seri buku tersebut terdiri atas, Jangan Pernah Berhenti (Jadi) Habibie, Habibie: Jejak Sang Penanda Kebangkitan, Habibie: Karya Nyata Untuk Indonesia, dan Habibie: Totalitas Sang Teknosof. Selanjutnya berjudul Habibie: Musik, Film dan Kegemaran, Habibie: Makna di Balik Lensa, Ainun: Mata Cinta Habibie, dan Habibie: Dalam Komik, Puisi dan Surat.

Makka menceritakan, tulisan ini telah direncanakan sejak tahun lalu. Penyusunan hingga delapan seri buku ini bermula saat Habibie memberikan tantangan kepada Makka yang merupakan Dewan Pengurus The Habibie Center itu.

"Saya diminta membuat delapan buku yang satu bukunya berisi 100 halaman," ungkap Makka. Saat mendapatkan tantangan tersebut, Makka mengaku sangat grogi, tapi ia juga meyakinkan diri mampu membuat delapan seri buku yang diminta Habibie.

Kemudian, Makka mengajukan sebuah syarat kepada Habibie. Saat itu, ia meminta Habibie memberikan bahan tulisan yang mencukupi. Hingga akhirnya, jelas dia, pengabdian dan seluruh kisah perjalanan Habibie terangkum dalam delapan buku tersebut.

Kisah saat Habibie menjabat menteri riset dan teknologi, wakil presiden, dan presiden ketiga tertulis dalam catatan tersebut. Dalam delapan buku itu, generasi muda Indonesia pun bisa mengetahui bagaimana pergulatan kehidupan beragama Habibie.

Buku ini juga mencakup kehidupan keluarga Habibie, pretasi, serta sumbangsih Habibie dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Makka, pada masa-masa sebelumnya, kehidupan Habibie sering dibukukan.

Namun, kali ini, Makka mengungkapkan, bukan hanya tampilannya yang bervariasi, melainkan juga bahan dan narasumbernya lebih berwarna. Misalnya, seri Habibie: Makna di Balik Lensa, mengisahkan kehebatan Habibie menangkap keindahan objek dan momen lewat kamera.

Saat peluncuran delapan seri buku tentangnya, kemarin, Habibie begitu jelas memperlihatkan kecintaannya pada kamera. Di tengah-tengah acara peluncuran tersebut, Habibie acap asyik memegang kamera DSLR-nya.

Saat duduk pun, dia begitu fokus mengabadikan momen ataupun orang-orang yang berada di sekitarnya. Bahkan, dia sempat memotret sosok sejumlah wartawan yang ketika itu sibuk memotret dirinya.

Dalam buku seri keenam ini, diperlihatkan karya Habibie yang memadukan komposisi warna dan cahaya. Ia merekam gambar yang menunjukkan ketakjubannya kepada Sang Kuasa. Sebagian besar karya potretannya adalah pemandangan awan.

"Awan tidak selalu terlihat sama, baik bentuk maupun warnanya. Awan di waktu maghrib, subuh, atau pukul 12 siang berbeda. Dan, pemandangan keindahan awan tidak bisa diulangi lagi," kata Habibie menegaskan.

Kesehatan Habibie memang tidak sepenuhnya baik karena itu dia tidak diperbolehkan naik pesawat untuk melihat objek terindah tersebut. Meski demaikian, Habibie menegaskan, kesehatan matanya masih bagus. 

"Mata saya tidak buta dan saya bisa melihat sesuatu yang indah, apa salahnya?" tanyanya.  Sampai saat ini, Habibie tidak pernah bisa melewatkan momen terindah dalam hidupnya dengan memotret. Meski tidak bisa mengambil objek awan, ia bisa memotret objek lain.

Pada akhir pembicaraan dalam sesi tersebut, Habibie pun sempat mengutarakan pendapatnya tentang kondisi masyarakat Indonesia. Dalam pandangannya, manusia Indonesia jauh lebih baik, bebas, dan merdeka dibandingkan era sebelumnya.

Namun, di balik kebebasan itu, dia memperingatkan masyarakat Indonesia agar tetap bertanggung jawab dan berbudaya dalam tindakannya. Masyarakat juga perlu tahu iptek dan memanfaatkannya demi meningkatkan produktivitas sebagai manusia Indonesia.

 ''Indonesia memang masih banyak kekurangannya, tapi tetap lebih baik daripada masa yang lalu," tutup dia.     Oleh Wilda Fizriyani, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement