Selasa 31 May 2016 14:00 WIB

Ribuan Anak Belum Tertangani Lembaga Sosial

Red:

JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) mendata, sekitar 4.000 anak belum mendapatkan pelayanan lembaga sosial. Hingga saat ini, pemerintah baru dapat menangani sekitar 3.800 anak yang yang bermasalah dengan hukum (ABH).

Berdasarkan data yang dihimpun Republika dari Kementerian Sosial (Kemensos), hingga akhir 2015 terdapat sekitar 7.800 anak dengan masalah sosial. Menurut Menteri Sosial, Khotifah Indar Parawansa, dari jumlah tersebut, ada 3.800 ABH yang sudah ditangani lembaga sosial.

"Sebanyak 42 persen dari ABH kini ditangani oleh panti ABH. Sementara itu, sebanyak 41 persen ABH lain mendapat penanganan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)," ujar Khofifah usai rapat koordinasi perlindungan anak dengan Komisi VIII DPR, Senin (30/5).

Anak-anak yang kini ditampung oleh panti ABH merupakan mereka yang mendapat vonis hukuman pidana kurang dari tujuh tahun penjara. Sementara itu, anak-anak yang ditangani LPKA adalah mereka yang mendapat vonis lebih dari tujuh tahun hukuman penjara.

Selain jumlah di atas, masih ada 200 ABH lain yang kini masih menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas) dewasa. Ratusan anak tersebut kini baru akan dipindahkan ke panti ABH dan LPKA.

Karenanya, Khofifah menilai, masih perlu adanya penambahan jumlah panti ABH dan LPKA di Indonesia. Hingga saat ini, baru ada 17 LPKA dan 18 panti LBH di seluruh Indonesia.

Menurut dia, ketersediaan dana menjadi salah satu kendala dalam penambahan jumlah kedua lembaga sosial itu. "Kita tidak bisa serta-merta melakukan penambahan lembaga sosial yang fungsinya merehabilitasi anak. Untuk saat ini, kami mendorong pemerintah daerah agar mau mendukung peran penyediaan lembaga rehabilitasi sosial ini," tutur Khofifah. Adapun fungsi rehabilitasi dalam panti ABH dan LPKA adalah pendidikan (program kejar paket A, B, C), pembinaan spiritual, dan olahraga.

Anggota Komisi VIII DPR Ledia Hanifa mengatakan, kurangnya lembaga sosial untuk rehabilitasi ABH merupakan masalah serius. "Kurangnya ABH dan LPKA merupakan persoalan serius. Sebab, kondisi ini menghambat rehabilitasi ABH. Mereka jadi tidak bisa memperoleh bimbingan pemulihan yang semestinya," jelas Ledia, kemarin.

Saat ini, lanjut dia, masih banyak ABH yang dititipkan di lembaga pemasyarakatan dewasa. Ledia mencontohkan, ada salah satu lapas dewasa di Bandung yang dititipi ABH.

Para ABH ini dibina oleh ibu asuh. Kondisi seperti ini dinilainya kurang maksimal dalam merehabilitasi ABH. Sebab, belum ada standar jaminan apakah para orang dewasa yang menjadi orang tua asuh menerapkan pola rehabilitasi yang baik.

Karena itu, pihaknya menyarankan adanya penambahan ABH dan LPKA. Jika ada keterbatasan dana, penambahan kedua lembaga rehabilitasi sosial dapat diintegrasikan dengan program-program di daerah. "Selebihnya, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus bekerja sama menanggulangi penyebab permasalahan anak dari hulu, yakni pornografi, narkotika, dan pendidikan keluarga," tambah Ledia.   rep: Dian Erika Nugraheny, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement