Rabu 25 May 2016 16:00 WIB

Kemenko PMK Dorong RUU Minol

Red:

JAKARTA -- Kementerian Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berharap, rancangan undang-undang (RUU) larangan minuman beralkohol (minol) segera dibahas dan disahkan. Regulasi itu dinilai penting untuk menekan kekerasan seksual.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Sujatmiko. Menurut dia, RUU minol tak bisa dilepaskan dari RUU penghapusan kekerasan seksual (PKS). Sebab, lanjut dia, mengonsumsi minuman memabukkan dan konten pornografi adalah sejumlah faktor utama yang memicu pelaku kekerasan seksual.

Kemenko PMK, ungkapnya, belum lama ini melakukan rapat koordinasi dengan semua kementerian di bawah naungannya untuk menyelaraskan pendapat ihwal dua RUU itu. Dia menegaskan, negara harus hadir untuk melindungi masa depan anak bangsa.

"Kalau kita dengar berita-berita, (pelaku kekerasan seksual) habis menonton apa-apa pornografi, kemudian minum minuman keras. Jadi, saya kira, sudah tepat sekali RUU (larangan minol) ini segera dibahas, berbarengan dengan RUU PKS," ujar Sujatmiko saat dihubungi Republika, Selasa (24/5).

Dia melanjutkan, keberadaan UU Minol penting untuk menyelaraskan semua aturan yang secara hierarkis lebih rendah. Sejauh ini, sudah cukup banyak peraturan menteri dan peraturan daerah (perda) yang mengatur soal minuman beralkohol, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Untuk itu, dia menilai, pembahasan RUU minol membutuhkan kajian yang mendalam dari para pakar. Hal itu agar jangan sampai ada aturan saling bertabrakan mengenai minol di kemudian hari.

Di sisi lain, Sujatmiko menilai, UU Minol nantinya perlu memperhatikan karakteristik tiap daerah dalam melindungi warga dari bahaya minol. "Ini (konsumsi minuman beralkohol) salah satu faktor yang menyebabkan semakin maraknya kekerasan seksual. Saya kira, kalau payung hukum tertinggi dalam bentuk undang-undang belum ada, perdanya biar jalan dulu. Supaya ada aturan di daerah-daerah itu," ujar dia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mendorong pemerintah dan parlemen serius membahas RUU minol. Menurut komisoner KPAI, Rita Pranawati, mengonsumsi minuman beralkohol merupakan salah satu pemicu utama terjadinya kekerasan. Anak-anak pun bisa menjadi pelaku maupun korban kekerasan lantaran pengaruh zat memabukkan.

Untuk itu, dia meminta agar dalam UU minol nantinya ada aturan yang melarang keras akses anak-anak terhadap minuman keras. Rita menilai, belakangan ini penjualan minuman beralkohol kian longgar. Khususnya, di minimarket kota-kota besar. Terlebih, setelah Kementerian Perdagangan melakukan relaksasi aturan mengenai pengendalian peredaran dan penjualan minuman keras golongan A pada September 2015 silam.

Menurutnya, selama ini, minuman keras dijual di tempat yang relatif bisa dijangkau dan dibeli anak-anak tanpa harus mengeluarkan identitas. "Selama ini kan ditampilkan, di-display, di depan. Memang tantangannya berat. Dunia industri kan enggak mau, soal display (penjualan minuman beralkohol) dan sebagainya," kata Rita Pranawati, kemarin.

Selain itu, dia juga mendesak agar RUU minol juga mengatur soal pelarangan minuman oplosan. Rita menegaskan, konsumsi minuman keras oplosan telah merenggut banyak nyawa, termasuk anak-anak. "Di luar negeri yang sekular saja masih strict (peredaran minuman beralkohol), untuk melindungi anak. Tidak di tempat-tempat yang terjangkau anak," kata dia.

Di sisi lain, KPAI mendorong agar RUU minol bisa menjadi payung hukum yang tepat atas ratusan peraturan daerah (perda) mengenai minuman keras. Rita menilai, memang masih ada beberapa perda yang kurang mengindahkan hiearki aturan hukum, meskipun semangat yang melatarinya patut diapresiasi.

Misalnya, ungkap Rita, ada perda yang memuat sanksi kurungan penjara. Padahal, aturan setingkat perda hanya bisa mencakup tindak pidana ringan. Demikian pula, lanjut dia, uang denda seharusnya masuk ke pusat, bukan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).    rep: Hasanul Rizqa, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement