Jumat 22 Apr 2016 18:00 WIB

Saatnya MA Evaluasi Pengawasan

Red:

JAKARTA--Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (20/4) kembali mencoreng citra lembaga peradilan. Terkait hal itu, Mahmakah Agung (MA) dinilai perlu mengevaluasi sistem pengawasan.

"Seharusnya, dalam kasus ini MA tidak serta-merta menyalahkan oknum nakal. Jika itu yang terjadi, artinya MA gagal melakukan pembinaan terhadap pegawainya sendiri," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Aradila Caesar kepada Republika, Kamis (21/4).

Terlebih, kata dia, penangkapan belakangan menambah daftar aparatur peradilan yang tersangkut korupsi. Ia menilai, sudah saatnya MA mengevaluasi sistem pengawasan di internal dan lembaga peradilan di bawahnya.

Menurutnya, setidaknya MA perlu bekerja sama dengan institusi lain, seperti KPK maupun Komisi Yudisial, untuk mengevaluasi sistem pengawasan internal lembaga peradilan. Ia menegaskan, MA perlu memetakan persoalan dan ruang gelap praktik korupsi.

Ia mengingatkan bahwa tenaga pengawas MA dan lembaga peradilan di bawahnya tidak sebanding dengan jumlah tenaga aparatur peradilan yang berjumlah 32 ribu lebih. Menurutnya, jumlah yang tak proporsional itu membuka celah bagi oknum untuk memanfaatkan kelonggaran. "Karena itu, MA jangan berpuas dengan model pengawasan sekarang, harus dievaluasi model pengawasannya," ujarnya.

Selain itu, kata dia, MA juga harus bisa menghilangkan ego sektoralnya untuk bekerja sama dengan lembaga lainnya. Pasalnya, menurut dia, MA selama ini belum menganggap KY sebagai mitra strategis, tetapi dipandang sebagai ancaman terhadap independensi kekuasaan kehakiman. "Masuknya KY dalam pembenahan pengawasan harus dianggap sebagai perbaikan demi citra pengadilan, jangan sampai kasus korupsi di tubuh MA dan pengadilan di bawahnya terus terjadi," katanya.

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin juga mengatakan sedih mendengar OTT terhadap panitera PN Jakarta Pusat. Menurut Mahyudin, kejadian itu sangat memalukan serta semakin membenamkan peradilan Indonesia dan menimbulkan rasa ketidakpercayaan yang makin besar.

Karena itu, Mahyudin meminta para pejabat publik untuk mengambil pelajaran dan tidak melanjutkan aksi koruptif yang dilakukan selama ini. Selain menimbulkan aib dan malu, korupsi juga merugikan bangsa dan negara. "Tolong para pejabat publik, pekerjaan tidak terpuji itu harus dihentikan. Karena, penghasilan yang didapat dari negara sudah baik,'' kata Mahyudin.

Mahyudin berharap, pengawasan di lingkungan pemerintahan patut ditingkatkan dan upaya-upaya melakukan reformasi birokrasi juga harus digencarkan. Ia mewanti-wanti jangan sampai pameo bahwa peradilan, tajam ke bawah tumpul ke atas, itu makin diyakini masyarakat.

Mahyudin menilai, kasus demi kasus yang menimpa lembaga penegak hukum akan membuat kepercayaan masyarakat menurun. Jika itu terjadi, bisa berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di lain pihak, Juru Bicara MA Suhadi meyakini bahwa pengawasan di lembaganya sudah optimal. Ia mengatakan, pengawasan di pusat dan pengadilan tinggi sudah rutin memeriksa manajemen perkara hingga keuangan perkara dan hal-hal lainnya. 

Ia menerangkan bahwa lembaga peradilan memiliki badan pengawasan di pusat dan di pengadilan tinggi. Lalu, juga ada hakim tinggi pengawas. "Pengawasan MA ya sudah cukup, ada lebih dari 30 hakim tinggi pengawas," kata dia.

Menurutnya, kasus yang ditangani KPK tak terkait lemahnya pengawasan, tetapi menunjukkan bahwa aparat penegak hukum masih mudah terpengaruh godaan materi.    rep: Fauziah Mursid, Eko Supriyadi, ed: Fitriyan Zamzami 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement