Senin 11 Apr 2016 14:00 WIB

Reklamasi di Tangan Ahok

Red:
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam #FromBDGForBALI melakukan aksi solidaritas penolakan reklamasi Teluk Benoa Bali pada kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor Dago Bandung, Jawa Barat, Minggu (10/4).
Foto: Antara/Agus Bebeng
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam #FromBDGForBALI melakukan aksi solidaritas penolakan reklamasi Teluk Benoa Bali pada kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor Dago Bandung, Jawa Barat, Minggu (10/4).

JAKARTA -- DPRD DKI Jakarta telah sepakat menunda pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi Teluk Jakarta pada Sabtu (9/4) lalu. Menyusul putusan itu, DPRD menyerahkan kelanjutan proyek kontroversial tersebut ke tangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Soal proyek reklamasi itu kewenangan Gubernur untuk melanjutkan atau menghentikannya. Sedangkan, pembuatan perda zonasinya dihentikan pembahasannya oleh DPRD," kata anggota Komisi D dan Banggar DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman kepada Republika, Ahad (10/4). Raperda yang dihentikan pembahasannya tersebut adalah Rapat Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Kedua raperda tersebut krusial bagi kelanjutan pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Regulasi zonasi diperlukan Pemprov DKI guna mengizinkan pengembang melaksanakan pengerjaan reklamasi dan pembangunan di atas pulau buatan. Raperda tersebut juga mengandung klausul tentang besaran kompensasi yang harus dibayarkan pengembang dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di pulau-pulau buatan pada Pemprov DKI Jakarta.

Prabowo menegaskan, dengan penghentian pembahasan raperda zonasi pantai utara Jakarta, otomatis raperda tata ruang dihentikan. Sebab, perda zonasi merupakan dasar hukum perda tata ruang. "(Perda tata ruang) sama juga dihentikan karena perda zonasi sebagai dasar perda tata ruang tidak ada," ujarnya.

Sementara itu, anggota DPRD DKI Komisi E PDIP Merry Hotma mengonfirmasi kalau raperda tata ruang pantai utara sudah ditunda. Adapun mengenai kelanjutan proyek reklamasi, ia belum mengetahuinya. "Sesuai rapat pimpinan DPRD, pembahasan raperda tata ruang pantura ditunda, kalau proyek reklamasinya kami enggak tahu," jelasnya.

Soal reklamasi Teluk Jakarta menjadi sorotan menyusul operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, dua pekan lalu. Saat itu, KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, M Sanusi. Ia ditangkap saat menerima suap yang berasal dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja, melalui pegawainya Trinanda Prihantoro.

Uang yang diterima Sanusi saat operasi tangkap tangan berkisar Rp 1,4 miliar. Meski begitu, pihak KPK menyatakan, sempat terjadi pemberian sebelumnya. Ketiganya saat ini telah dijadikan tersangka.

KPK juga telah mencegah sejumlah pihak terkait kasus tersebut. Di antaranya, pendiri Agung Sedayu Group (ASG) Sugianto Kusuma alias Aguan dan staf khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja. PT APL dan ASG masing-masing memiliki anak perusahaan yang menjadi pengembang dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Terkait pembahasan raperda, Ahok sempat menyebut bahwa penghentian pembahasan akan menguntungkan pengembang. Ahok menjelaskan, tidak dibahasnya raperda artinya pengembang akan menggunakan Perda lama Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.

 

Dalam Perda Nomor 8/1995 tersebut, klaim Ahok, kewajiban kompensasi pengembang hanya sebesar lima persen. Sedangkan, dalam rancangan perda baru, jumlahnya mencapai 15 persen. "Justru, ada raperda baru mereka lebih susah. Jadi, mereka (DPRD) menghalangi 15 persen mungkin," kata Ahok, pekan lalu.

Ia menegaskan, akan terus menjalankan proyek reklamasi. Kendati demikian, Pemprov DKI telah menyegel pembangunan di sejumlah pulau dengan alasan ketiadaan regulasi zonasi.  rep: Rizky Suryarandika, ed: Fitriyan Zamzami  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement