Kamis 17 Mar 2016 17:00 WIB

Densus 88 Didemo di Solo

Red:

SOLO -- Aksi unjuk rasa mengecam Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) kembali di gelar di Solo, Jawa Tengah, terkait kematian Siyono (34) warga Klaten, Jawa Tengah. Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di daerah itu menggelar unjuk rasa di pusat kota, kemarin.

Para mahasiswa tersebut tergabung dalam kelompok Mahasiswa Muslim Soloraya. Mereka melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Gladag, atau pintu masuk Alun Alun Keraton Kasunanan Surakarta, Rabu (16/3). Ratusan mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi mendesak pemerintah membubarkan Densus 88. "Densus 88 bubarkan, bubarkan, bubarkan. Densus 88 harus diadili, diadili. Harus diadili," kata seorang pengunjuk rasa berteriak lewat pengeras suara megafon.

Koordinator aksi, Rachmadi, dengan lantang berteriak, "Densus 88 Antiteror telah membunuh begitu banyak orang tanpa proses pengadilan. Nyawa-nyawa melayang tanpa alasan yang jelas. Pembunuhnya tidak pernah diproses melalui prosedur hukum yang jelas." Pemerintah juga diminta segera memeriksa dan mengaudit setiap kasus yang dilakukan Densus 88.

Pengamanan aksi kemarin berbeda dengan biasanya. Jumlah aparat yang dilibatkan lebih banyak jika dibandingkan aksi-aksi sebelumnya di Solo. Ratusan petugas dari Dalmas Polresta Surakarta diterjunkan untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa.

Siyono dijemput tiga petugas Densus 88 pada Selasa (8/3). Pada Rabu (9/3), Densus 88 menggeledah tempat tinggal Siyono dan orang tuanya yang juga menjadi lokasi TK Rouddatul Athfal Terpadu (RAT) Amanah Ummah saat jam belajar.

Petugas polisi kemudian membawa ayah beranak lima itu untuk menunjukkan lokasi tempat menyimpan senjata api yang menurut polisi diketahui yang bersangkutan. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil.

Menurut keterangan Mabes Polri, setelah itu, saat tiba di satu tempat di Prambanan, Klaten, Siyono meminta penutup wajah dan borgolnya dilepas. Siyono kemudian melakukan perlawanan dan memukul anggota Densus 88. Menurut kepolisian, Siyono kemudian tewas akibat perlawanan tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan menilai, tak ada pelanggaran HAM dalam kejadian tersebut. "Karena yang pertama kali dipukul itu polisi," kata Anton di Mabes Polri, kemarin.

Anton melanjutkan, nantinya akan ada pemeriksaan yang dilakukan oleh tim khusus. Dalam tim tersebut, akan disertakan pula pemeriksa dari Komnas HAM.

Anton juga memperingatkan para teroris agar tidak melakukan perlawanan saat dilakukan penangkapan. Sebab, menurutnya, para anggota Densus 88 sudah dibekali ilmu bela diri. "Jadi jangan coba-coba, teroris itu melawan," kata Anton.

Pembenahan SOP

Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, juga mempertanyakan prosedur standar operasional (SOP) saat penangkapan Densus 88 Antiteror terhadap Siyono. "Kasus tewasnya Siyono mengingatkan saya pada kejadian penyiksaan yang dialami lima orang korban salah tangkap di Poso pada 2013 lalu," kata Nasir Djamil, kemarin.

Nasir mengingatkan, Densus kerap kali melakukan tindakan penyiksaan sejak tahapan penangkapan. Padahal, pelaku yang ditangkap belum tentu menjadi tersangka dan bahkan beberapa kali merupakan korban salah tangkap. Dia mengatakan, tindakan itu sulit diproses secara hukum karena korban tidak melihat langsung siapa yang menyiksa.

Nasir mengatakan, dirinya sebagai anggota Pansus Revisi UU Antiterorisme akan mempertegas pengaturan prosedur penangkapan dan bahkan mengurangi kewenangan Densus 88 dalam penangkapan. Menurut dia, jika ditemukan ada celah Densus 88 melakukan tindakan penyiksaan, Komisi III akan membatasi ketentuan penangkapan dalam revisi UU Terorisme.

Sedangkan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian menolak tegas pembubaran Densus 88. "Kalau densus dibubarkan, ya kelompok-kelompok radikal ini nanti tambah bebas. Sekarang saja ditekan masih bebas," kata Tito seusai dilantik, kemarin.

Ia mengatakan, Densus 88 Polri telah memiliki data lengkap tentang jaringan terorisme di Indonesia yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Mantan kapolda Metro Jaya ini mengatakan, Densus 88 Polri telah mengikuti jaringan terorisme sejak 2000 sehingga hanya Densus yang paling tahu tentang karakter jaringan terorisme.   rep: Edy Setyoko, Dadang Kurnia/ antara, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement