Senin 30 Nov 2015 13:00 WIB

Perseteruan Turki-Rusia Untungkan Israel

Red:

TEPI BARAT – Israel bakal menuai keuntungan dari sanksi ekonomi yang dijatuhkan Rusia terhadap Turki. Hal ini ditegaskan oleh Profesor Ze'ev Hanin dari Ariel University yang berlokasi di wilayah permukiman Ariel, Tepi Barat, Ahad (29/11). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hanin yakin Israel mendapat berkah dari langkah Presiden Rusia Vladimir Putin menghentikan impor barang dari Turki. Mereka, menurut dia, akan mencari alternatif untuk mengimpor barang yang sebelumnya didatangkan dari Turki.

Ia menyatakan, Israel akan menjadi salah satu alternatif yang bisa saja dipilih. Apalagi, Kementerian Pertanian Rusia juga telah menyatakan, mereka berencana tak lagi mengimpor sayur dan buah-buahan dari Turki. Sebagai gantinya, mereka akan membeli dari Israel dan Iran.

Hanin pun menyatakan, wisatawan Rusia yang dalam hitungannya mencapai 4 juta dan selama ini berwisata ke Turki akan bepergian ke negara lain. "Mungkin saja kini turis Rusia telah tiba di hotel-hotel di Eilat dan Tel Aviv,'' katanya, seperti dikutip Israel National News

Menurut Hanin, insiden penembakan pesawat tempur Rusia, SU-24, oleh pesawat F-16 milik Turki menimbulkan ketegangan dua negara. Ia memperkirakan, ketegangan tersebut telah membawa Turki dan Rusia memasuki era perang dingin baru.

Turki dan Rusia selama ini berkeinginan menjadi negara superpower yang saling berhubungan baik. Namun, saat menghadapi konflik Suriah, jelas Hanin, kepentingan mereka berbenturan.

Rusia mendukung Presiden Bashar al-Assad, sedangkan Turki mendukung pemberontak. Ini berlangsung hingga akhirnya terjadi insiden Turki menembak jatuh SU-24. Ia mengatakan, Turki ingin menunjukkan bahwa Rusia tidak bisa terus memberi dukungan kepada Assad.

"Jadi, apakah benar atau tidak pesawat Rusia melanggar wilayah udara Turki bukanlah hal yang relevan,'' ujar Hanin. Menurut dia, sebenarnya ada dua negara yang ingin saling menunjukkan kekuatannya dan tak masalah siapa yang mendahuluinya.

"Konflik antara Rusia dan Turki memang diharapkan terjadi,'' ungkap Hanin. Namun, ia tak menjelaskan negara mana saja yang menginginkan hal itu terjadi. Namun, ia menyatakan, Israel jelas mendapat dampak positif dari perseteruan Turki-Rusia ini. 

Menyusul insiden penembakan, Turki dan Rusia juga saling tuding. Rusia yakin Turki telah membuat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) semakin berkembang dengan membeli minyak curian dan minyak yang diproduksi ISIS.

"Kami telah lama mengetahui, banyak minyak dan produk minyak dari wilayah yang dikuasai ISIS masuk ke wilayah Turki,'' kata Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu (25/11), di Sochi, Laut Hitam, sebelum bertemu dengan Raja Yordania Abdullah.

Sejumlah pejabat Barat juga mencurigai hubungan antara Turki dengan ISIS. Salah satu dari mereka menyatakan, pada Juli 2015, dalam sebuah penyergapan terhadap kompleks perumahan milik pejabat keuangan ISIS, terdapat bukti hubungan pejabat Turki dengan ISIS.

Terutama, jelas pejabat tersebut, terkait dengan pembelian minyak ISIS oleh Turki. Namun, hubungan ini tak pernah dikonfirmasi kebenarannya. Inilah yang membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat (27/11) menolak semua tudingan Putin.

Erdogan menantang Rusia membuktikan Turki pernah bermitra dengan ISIS dalam jual beli minyak. Ia bahkan menyatakan sebaliknya, yaitu Rusia hingga kini mendukung rezim terorisme Suriah yang diperintah oleh Presiden Bashar al-Assad.

Rezim Assad, menurut Erdogan, telah membunuh 380 ribu orang sejak konflik Suriah meletup pada 2011. Di sisi lain, sejak akhir September 2015, Rusia membantu pemerintahan Assad dengan melakukan serangan udara yang menargetkan pemberontak.

Pada Rabu (25/11) lalu, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Kirsan Ilyumzhinov, mantan presiden Kalmykia, wilayah otonom dari Rusia. Ia diduga membantu bank sentral Suriah terhindar dari sanksi internasional.

Sanksi juga dijatuhkan kepada pengusaha Rusia keturunan Suriah, George Haswani, yang menggunakan perusahaannya, Hesco Engineering and Construction Co, untuk membeli minyak dari ISIS atas nama rezim Bashar al-Assad.

Merespons aksi Departemen Keuangan AS ini, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabokov mendesak Washington segera menghentikan aksinya. "Kami meminta AS menghentikan geopolitical games,'' katanya seperti dilansir Bussiness Insider.

Boris Zilberman, pakar Rusia dari Foundation for Defense of Democracies, yang berbasis di Washington DC, AS, menyatakan, dari segi wisata, perusahaan-perusahaan wisata Rusia menyatakan akan menghentikan operasi mereka di Turki hingga tahun depan.

Menurut dia, barangkali ini merupakan puncak upaya Moskow untuk membalas ditembak jatuhnya pesawat tempur mereka oleh Ankara. Apalagi, Turki menyatakan, penembakan ini untuk mempertahankan kedaulatannya dan mereka tak akan meminta maaf atas insiden tersebut.

Andrew Roth, koresponden Washington Post di Moskow, menyatakan, sanksi ekonomi Rusia terhadap Turki berpotensi mengganggu hubungan dagang kedua negara yang nilainya mencapai 30 miliar dolar AS. n ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement