Selasa 06 Oct 2015 13:00 WIB

Momentumnya Sudah Terlambat Kondisi ekonomi masyarakat saat ini tidak bisa diprediksi lagi.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Momentumnya Sudah Terlambat 

Kondisi ekonomi masyarakat saat ini tidak bisa diprediksi lagi. 

JAKARTA -- Rencana pemerintah menurunkan harga BBM dinilai berlangsung pada momen yang tak tepat. Kepala Pusat Kajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan, masa turunnya harga minyak dunia yang menjadi acuan, telah lewat.  

"Ini momentumnya sebetulnya sudah terlambat karena penurunannya sudah cukup lama," ujar Iwa dalam diskusi energi HIPMI bertajuk "35.000 MW untuk Siapa, Membedah Kebijakan dan Bisnis Ketenagalistrikan di Indonesia" di HIPMI Center, Jakarta, Senin (5/10).

Harga minyak mentah dunia yang dirujuk sebagai pertimbangan harga BBM turun September lalu. Iwa menambahkan, momentum untuk menurunkan harga BBM pun tak tepat karena kondisi ekonomi masyarakat saat ini tak bisa diprediksi lagi. 

Padahal, pemerintah meyakini penurunan harga BBM bakal mendorong ekonomi dan mendongkrak daya beli masyarakat yang saat ini melempem. Iwa meragukan, turunnya harga BBM berdampak signifikan pada peningkatan ekonomi. 

Kendati begitu, Iwa percaya pemerintah mampu mengambil keputusan terbaik berdasarkan masukan dari para ahlinya. "Pemerintah dengan para ahlinya harus mampu, jangan sampai terjadi penurunan, kemudian tiba-tiba ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia, dinaikin lagi.''

Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman mengatakan, perekonomian nasional saat ini dalam kondisi lemah. Daya beli masyarakat terus menurun. "Banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Antara lain, ekonomi nasional dan pengaruh ketidakstabilan ekonomi dunia.''

Sohibul menjelaskan, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yaitu cash transfer atau bantuan langsung kepada masyarakat. Bisa juga melalui penurunan harga BBM.

Ia mendesak agar pemerintah bisa menurunkan harga BBM dalam paket kebijakan ekonomi ketiga. "Pada paket kebijakan ekonomi ketiga yang akan diumumkan Presiden nanti, penurunan harga BBM bisa menjadi salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah."

Sohibul menjelaskan, rendahnya daya beli diakibatkan oleh kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok setelah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Karena itu, sebaiknya harga BBM segera diturunkan.

Sekjen Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Eka Wahyu Kasih mengatakan paket kebijakan ekonomi harus berjalan baik. "Kita inginkan dalam satu hingga tiga bulan ke depan sudah terasa. Jangan terlalu lama, kita sudah engap-engapan,'' katanya. 

Ia pun menyambut baik rencana paket kebijakan ekonomi jilid ketiga yang dalam waktu dekat diluncurkan pemerintah yang di dalamnya mencakup kebijakan harga BBM dan TDL. Turunnya TDL ia pandang akan berdampak luas sehingga bisa meningkatkan kembali perekonomian.

Semua produksi, kata Eka, memerlukan listrik karena itu kalau TDL turun, semoga yang lainnya bisa efisien. Kian murahnya harga BBM, tambah dia, juga berdampak pada efisiensi biaya produksi dan transportasi. 

Ia mengakui, memang biasanya saat harga BBM turun tak secara otomatis diikuti lebih murahnya kebutuhan pokok dan transportasi. Namun, setidaknya harga BBM yang lebih rendah dapat mengerem kenaikan lebih jauh harga kebutuhan pokok.

"Kalau BBM sudah naik, harga kebutuhan susah turunnya. Namun, dengan turunnya harga BBM, minimal inflasi bisa kita tahan. Ini sebagai salah satu insentif supaya tidak inflasi,'' kata Eka menegaskan. ed: ferry kisihandi 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement