Senin 24 Aug 2015 18:00 WIB

Menaker Cabut Syarat Bahasa TKA

Red:

JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta menteri tenaga kerja menghapus syarat bisa berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA). Syarat tersebut ternyata memang telah dihapuskan melalui Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 yang terbit pada Juni lalu.

Syarat bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sebelumnya tercantum dalam Permenaker Nomor 12 Tahun 2013. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d. Sedangkan dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, pada Pasal 36 yang mengatur persyaratan TKA, tak ada lagi ketentuan bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Kemenaker Bernawan mengatakan pencabutan itu adalah kebijakan Menaker Hanif Dhakiri. Permenaker Nomor 16/2015 ditandatanganinya pada 29 Juni lalu.

Menurut Bernawan, selama ini pihak berwenang sulit memverifikasi syarat penguasaan bahasa Indonesia para TKA. Terlebih, tak ada ukuran sejauh mana para TKA mesti bisa berbahasa Indonesia. "Faktanya ini memang masih sulit diterapkan," ujar Bernawan kepada Republika, Ahad (23/8).

Kendati demikian, ia enggan menegaskan bahwa alasan tersebut yang melandasi penghapusan persyaratan dalam permenaker. Bernawan hanya mengatakan, perubahan mungkin saja didasarakan atas evaluasi dan kebijakan menteri. "Saya nggak bisa memberikan alasan. Yang pasti dulu diterapkan, sekarang dievaluasi mungkin," kata Bernawan.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Jumat (21/8) lalu menyampaikan bahwa Presiden Jokowi secara spesifik meminta syarat bisa berbahasa asing untuk TKA dihapuskan. Menurutnya, hal itu untuk mendorong arus investasi dari luar negeri ke Indonesia.

Secara khusus, kata Pramono, Presiden meminta Permenaker Nomor 12 Tahun 2013 direvisi. Ia tak menyinggung bahwa peraturan itu sedianya memang telah diubah.

Di pihak lain, anggota Komisi I DPR yang membidangi hubungan luar negeri, TB Hasanuddin, menyayangkan pencabutan syarat bisa berbahasa Indonesia untuk TKA. "Ya, kita boleh saja bekerja sama dengan pihak asing, tetapi intinya tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional seperti bahasa Indonesia," katanya.

Menurutnya, kebijakan menghapus ketentuan yang mewajibkan tenaga kerja asing mengusai bahasa Indonesia tidak berpihak pada pilar nasionalisme. Hasan menegaskan, pemerintah harus mengacu pada kepentingan nasional baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Politikus PDIP itu menuturkan, melihat kebiasaan negara di mana saja, tenaga kerja asing yang berkerja di sana normalnya mengetahui bahasa negara tersebut. Setidaknya, bisa secara pasif untuk bahasa negara tersebut.

Misalnya, dia mencontohkan, Indonesia mengirim tenaga kerja ke Arab Saudi pastinya WNI ikut belajar bahasa Arab. Demikian juga negara lainnya, seperti Korea dan Taiwan. "Ini bukan persoalan adang-mengandang, melainkan untuk komunikasi lebih bagus supaya memiliki rasa percaya diri dalam proses sosialisasi antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja Indonesia," kata dia. n c02/c94 ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement