Selasa 28 Jul 2015 14:47 WIB

Pemerintah Pantau Waduk

Red:

JAKARTA--Pemerintah memantau ketersediaan air untuk mengantisipasi musim kering 2015. Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi mengatakan, pemantauan bertujuan mencegah terjadinya gagal panen.

Mudjiadi mengatakan, pemantauan dilakukan terhadap 16 waduk utama di seluruh Indonesia yang biasa digunakan untuk mengairi sawah. "Data per 30 Juni 2015, dari 16 waduk, terdapat lima yang statusnya defisit air sedangkan sisanya normal,’’ katanya, Senin (27/7).

Lima waduk tersebut, yakni Waduk Keuling, Batutegi, Saguling, Wonogiri, dan Bening. Langkah yang selanjutnya dilakukan terhadap waduk defisit air, yakni mengatur pembagian air ke persawahan. Selain itu, sumber pengairan juga mengandalkan 1.378 embung.

Volume tampung dari ribuan embung itu 119,9 juta meter kubik air yang mengaliri lahan irigasi seluas 42 ribu hektare. Menurut dia, setiap tahun kekeringan terjadi, namun tahun ini istimewa karena dibarengi gelombang panas El Nino. 

Mudjiadi mengatakan, setelah melihat kondisi air yang surut, dilakukan pengairan dengan pola operasi kering. Pola tersebut, yakni mengalirkan air untuk tujuan vital saja, semisal mengalirkan air irigasi, memasok air mineral, air baku, serta air untuk kebutuhan industri.

Untuk penyaluran air untuk irigasi, pada musim kering ini, kementerian melakukan irigasi rotasi, yakni pengairan secara bergilir serta irigasi gilir giring. Maksudnya, pengairan diserahkan atau diirigasikan ke tempat tertentu dan dikawal sepanjang jalan.

Strategi lainnya, kata Mudjiadi, jika air dari sumber air terlampau dangkal, pompa yang ada di balai wilayah sungai tiap provinsi akan diturunkan. Tapi, ketika sumur kering, akan digali sumur pantek sedalam 10 meter dan kalau ada air akan dipompa.

Sementara, kekeringan di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, membuat warga harus mengeluarkan uang dalam jumlah relatif besar untuk mendapatkan air bersih. Kini, mereka harus membeli air satu tangki ukuran enam liter dengan harga Rp 270 ribu.

Padahal, beberapa pekan sebelum Lebaran, mereka hanya mengeluarkan uang di bawah Rp 200 ribu. "Harga lebih mahal lagi, kalau masuk daerah yang sulit dijangkau dan lokasinya jauh,'' ujar Sunarto (56), warga Desa Sanggup, Kabupaten Boyolali.

Kepala Desa Sanggup, Sabar (54), membenarkan kondisi mahalnya harga air bersih. Menurutnya, kebutuhan air baku bukan untuk anggota keluarga, melainkan juga untuk memenuhi air minum ternak sapi perah. Terkadang, warga mengalah untuk tidak mandi demi ternak mereka.

Bahkan, kata Sabar, biasa terjadi 'sapi minum sapi'. Artinya, warga menjual sapinya untuk membeli air bersih guna memenuhi kebutuhan air minum sapi yang masih ada. Saat ini, semua sendang dan sumber mata air lainnya mengering.

Beruntung, di Dusun Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Kemusuk, Kabupaten Boyolali, harga air relatif murah. Ini karena lokasi daerahnya mudah dijangkau kendaraan. Harga air di sini hanya Rp 150 ribu per tangki. ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement