Jumat 29 May 2015 14:00 WIB

Pengawasan Seolah tak Perlu

Red:

JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut, baru 70 daerah yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk anggaran pengawasan. Anggota Bawaslu Nasrullah mengatakan, hal itu mengesankan pengawasan tak begitu diperlukan.

Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah juga memberi perhatian terhadap pengawasan pilkada. Pasalnya, pengawasan pilkada tidak bisa dipisahkan dari penyelenggaraan pilkada itu sendiri. "Ini harusnya ada peran dari Kemendagri sebagai penyambung lidah ke daerah, jangan hanya KPU aja, tapi tidak ke pengawas, jangan sampai pincang, seolah-olah pengawas ini tidak dibutuhkan," kata Nasrullah saat dihubungi, Kamis (28/5).

Menurutnya, sejalan dengan KPU, anggaran untuk pengawasan sudah harus selesai sebelum tahapan dimulai. Ia mencontohkan, pada saat Kemendagri menyerahkan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada 3 Juni mendatang kemudian ditindaklanjuti oleh KPU, pengawasan menyangkut daftar pemilih juga harus dilakukan.

"Makanya kalau hanya KPU yang lancar, apakah berbanding lurus dengan Panwaslu, belum tentu, jangan sampai memenuhi syarat oleh KPU, tidak memenuhi syarat pengawasan, nggak mungkin menyelenggarakan tanpa ada pengawasan," katanya.

Sementara, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenoek mengatakan, kepastian tersedianya anggaran untuk pilkada tidak hanya berlaku untuk KPU saja. Menurutnya, pengawasan pilkada menjadi hal yang juga turut didorong ke daerah untuk segera diselesaikan.

"Karena data kami sudah diolah 269 daerah itu tersedia bagi KPU, Bawaslu, termasuk pengamanan, sudah tersedia. Saat ini kami masih konsentrasi KPU karena KPU yang di depan mata," kata pria yang kerap disapa dengan Donny tersebut.

Menurutnya, dalam waktu dekat Kemendagri pun akan melakukan koordinasi dengan Bawaslu mengenai anggaran pengawasan Pilkada tersebut. Meskipun dia mengakui persoalan anggaran pengawasan dikarenakan adanya Panwaslu yang belum terbentuk sehingga urung untuk mengajukan anggaran.

"Misalnya Kabupaten Cianjur kami konfirmasi, belum ada pengajuan apa pun dari Bawaslu terkait kebutuhan anggaran," kata mantan kapuspen Kemendagri itu. Selain itu, menurutnya ada beberapa daerah yang setelah dikonfirmasi Kemendagri ternyata belum punya rekening Bawaslu.

Sementara itu, dampak belum cairnya anggaran untuk pengawasan pilkada akhirnya dirasakan saat tahapan pilkada serentak 2015 dimulai. "Memang Pemkot (Pemerintah Kota Padang) sudah menyediakan anggaran tersebut. Kami mengajukan Rp 6,3 miliar, namun tahap pertama baru Rp 2,5 miliar," kata Ketua Panwaslu Aswir Wiraputra di Padang, kemarin.

Ia menuturkan, Panwaslu harus memutar otak untuk mengakali pendanaan. Misalnya untuk biaya fotokopi, Panwaslu terpaksa bekerja sama dengan pemilik toko agar bersedia dibayar sewaktu dana sudah cair.

Anggaran untuk Panwaslu Kota Surabaya juga belum ada kejelasan. Ketidakjelasan status anggaran tidak hanya soal nominal, tetapi juga proses pencairan.

Polemik anggaran Panwaslu Surabaya dilatarbelakangi belum adanya kesepakatan Panwaslu dan Pemkot Surabaya terkait jumlah anggaran. Sebelumnya, pihak Pemkot Surabaya enggan mengabulkan usulan dana sebesar Rp 9,8 miliar yang diajukan Panwaslu. Pemkot Surabaya hanya menyanggupi tambahan dana sebesar Rp 2 miliar dari anggaran pilwakot sebelumnya yang berjumlah Rp 5 miliar.

Ketua Panwaslu Surabaya Wahyu Hariadi menyampaikan, keputusan Pemkot Surabaya bersifat sepihak karena tidak ada diskusi dengan Panwaslu sebelumnya. "Kami tetap berpegang pada usulan kami, dan saat ini kami menunggu kejelasan dari Pemkot Surabaya," ujar Wahyu.

Wahyu menyampaikan, selain belum adanya kejelasan soal jumlah anggaran, hingga kini, dana Rp 5 miliar yang sudah dianggarkan dalam APBD juga belum bisa dicairkan. Alasannya, menurut Wahyu, Panwaslu belum mendapatkan bendahara yang dijanjikan Pemkot Surabaya. n umi nur fadhilah/andi nurroni ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement