Senin 30 Mar 2015 13:00 WIB

Peringatan Dini Terkendala Dana

Red:

JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa bencana tanah longsor merupakan yang terbanyak merenggut nyawa sepanjang tahun lalu. Kendati demikian, pemasangan Early Warning System (EWS) di daerah rawan longsor yang pernah dijanjikan pemerintah belum menyeluruh karena kekurangan anggaran.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa sejauh ini sudah terpasang 40 EWS di daerah rawan longsor di Indonesia. Sebanyak 40 EWS tersebut terpasang di Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 20 unit.

Sutopo tidak menjelaskan secara rinci lokasi-lokasi pemasangan EWS. Kendati demikian, ia mengakui tak semua daerah rawan longsor di Indonesia telah dipasangi alat yang bisa mendeteksi potensi terjadinya longsor tersebut.

Menurutnya, jika semua daerah rawan dipasang EWS, akan membutuhkan ratusan, bahkan ribuan alat pendeteksi tersebut. "Anggaran terbatas. Untuk itu, pemda juga harus menganggarkan. Jangan semuanya menggantungkan pemerintah pusat," ujar Sutopo kepada Republika, Ahad (29/3).

Alat tersebut, Sutopo mengungkapkan, tidak terlalu mahal. Universitas Gadjah Mada (UGM), lania menambahkan, sudah mengembangkan alat satu paket Rp 300 juta yang terdiri atas EWS longsor, sosialisasi, dan peta rawan longsor. Di samping itu, ditambah dengan pelatihan dan penyuluhan membentuk kelompok di masyarakat serta pelatihan.

Menurut Sutopo, yang terpenting dalam penanganan bencana longsor, yaitu tata ruang. Ia mengatakan bahwa peta rawan longsor di Indonesia sejatinya sudah dibuat. Adapun yang kurang, yakni rencana tata ruang wilayah dan penegakan hukum terkait peta tersebut.

BNPB mencatat, sejak 2014 hingga sementara ini, telah terjadi  1.525 kejadian bencana di Indonesia. Bencana-bencana itu menyebabkan 566 orang tewas, 2,66 juta jiwa mengungsi dan menderita, lebih dari 51 ribu rumah rusak, begitu pula dengan ratusan bangunan umum.

Kerugian ekonomi mencapai puluhan triliun rupiah.  Di antaranya, dampak kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatra Rp 20 triliun, banjir Jakarta Rp 5 triliun, banjir di Pantura Jawa Rp 6 triliun, banjir bandang di Sulawesi Utara Rp 1,4 triliun, serta banjir dan longsor di 16 kabupaten/kota di Jawa Tengah Rp 2,1 triliun.

Adapun 99 persen bencana merupakan bencana hidrometeorologi. Puting beliung termasuk jenis bencana yang paling dominan selama 2014, yaitu 496 kejadian, kemudian banjir (458), dan longsor (413). Sedangkan longsor merupakan bencana yang paling mematikan selama 2014. Ada 343 orang meninggal dan hilang akibat longsor, atau 60 persen dari dari total korban tewas akibat bencana.

Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah memerintahkan dipasangnya sistem peringatan dini di daerah rawan longsor di Indonesia. Rencana tersebut dimunculkan selepas longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah. Kejadian itu menyebabkan 99 jiwa tewas dan 11 jiwa hilang merupakan bencana dengan korban terbanyak.

Sedangkan kejadian longsor terkini di Cireunghas, Sukabumi, pada Sabtu (28/3) malam menewaskan setidaknya 12 warga. Sebanyak 93 kepala keluarga (KK) yang terdiri atas 280 jiwa terdampak bencana longsor di Kampung Cimerak, Desa Tegal Panjang, Cireunghas, Kabupaten Sukabumi.

Terlepas dari ancaman tersebut, sebagian warga korban bencana tanah longsor di Kampung Cimerak belum ingin direlokasi dari permukimannya. "Kami masih bingung untuk mencari nafkah jika direlokasi karena selama ini mata pencarian kami di kampung ini," kata salah seorang korban selamat, Hendri, di Sukabumi, kemarin.

Selain itu, Wakil Bupati Sukabumi Ahmad Jajuli mengatakan bahwa tim geologi masih melakukan penelitian terkait longsor ini dan apakah masih layak dijadikan tempat permukiman atau tidak.

Jika hasilnya membahayakan masyarakat, relokasi akan dilakukan. Ia mengakui membujuk warga untuk bersedia direlokasi bukan perkara mudah. Selain itu, mencari lokasi relokasi juga sulit dan membutuhkan banyak biaya. "Bagaimanapun juga, nyawa warga lebih berarti dibandingkan dengan nilai biaya," ujarnya. n antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement