Jumat 06 Mar 2015 14:44 WIB

Tedjo Akui Pencegahan Diutamakan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengakui Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memfokuskan pada pencegahan korupsi saat masa jabatannya. Dalam instruksi presiden (inpres) pemberantasan korupsi Jokowi menghendaki agar kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga fokus terhadap pencegahan.

"Itu teknis, setiap gaya pemimpin kan berbeda, tidak sama. Setiap pemerintah berbeda," katanya di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kamis (5/3). Hal itu ia katakan terkait perbandingan dengan inpres pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menitikberatkan pada penindakan.

Tedjo memastikan bahwa inpres tersebut tidak akan keluar dari semangat pemberantasan korupsi. Presiden dan pemerintah, ia mengungkapkan, tetap akan komitmen dalam pemberantasan korupsi. "Saya tekankan bahwa presiden dan pemerintah komitmen terhadap eksistensi KPK," ujarnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga menegaskan diterbitkannya inpres pemberantasan korupsi tak akan melemahkan tugas dan kewenangan KPK. Sebab, ia menambahkan, pemberantas korupsi memang menjadi tugas pokok KPK dan diatur dalam undang-undang.

"Itu kan pemberantasan korupsi sudah ada UU-nya. Tidak mungkin inpres melemahkan UU," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Kamis. Ia menegaskan, posisi undang-undang berada di atas inpres sehingga UU KPK tak bisa dikerdilkan dengan instruksi tersebut.

Kendati demikian, JK menegaskan bahwa tugas utama KPK memang melakukan pencegahan korupsi. Namun, juga tidak menutup kemungkinan KPK dapat mengambil tindakan. "Memang sejak awal begitu, mencegah lebih baik daripada menindak. Tapi, tentu sesuai hukum saja," ujar Kalla. Ia menjanjikan inpres tak akan memangkas kewenangan KPK dalam menindak kasus korupsi.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga menyambut positif rencana penerbitan inpres tersebut. Menurutnya, instruksi itu dapat memperkuat komitmen para penegak hukum untuk melawan para koruptor di Indonesia.

"Sebenarnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sudah mencakup hal itu. Tapi, kalau presiden mau memperbaiki fungsi supervisi, koordinasi, dan monitoring itu diperkuat, saya kira efeknya baik ke depan," kata Fahri. Fahri menyatakan, seluruh lembaga penegak hukum harus bersinergi demi memberantas korupsi.

Ia menilai para aparatur negara tidak boleh memiliki mental persaingan seperti partai politik. Fahri pun mengatakan, jika ingin memperbaiki fungsi lembaga-lembaga penegak hukum, Presiden Jokowi bisa langsung saja mengajukan paket perubahan UU tentang sistem peradilan. "Tentunya dengan revolusi mental yang dikampanyekan presiden. Ia yang paling tahu soal itu," ujar Fahri. rep: Mas Alamil Huda, Dessy Suciati Saputri c82 ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement