Senin 22 Dec 2014 12:00 WIB

Oh Meulaboh ...

Red:

28 Desember 2004.

Dengan mengendarai sepeda motor trail, seorang lelaki berkulit sawo matang segera menghampiri helikopter Bell 427 yang  mendarat di Desa Kuta Padang, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Selasa (28/12/2004). Lelaki asal Sulawesi Selatan itu turun dari sepeda motornya dan menghampiri helikopter sambil menyapa.

"Ah, kau rupanya, Ginting. Aku kira rombongan Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden—Red). Hebat kau bisa mendarat di sini!" katanya kepada penulis yang turun dari helikopter. Lelaki itu bukan orang yang baru dikenal penulis. Pertemanan dengannya terjadi saat dirinya berpangkat letnan kolonel.

"Kau lupa padaku?" kata Geerhan sambil menyeka keringatnya. Lelaki itu adalah Komandan Komando Resor Militer (Korem) 012/Teuku Umar Kolonel Infanteri Geerhan Lantara. "Sekarang aku memang seperti tukang ojek sepeda motor," katanya melanjutkan percakapan.

Saat berpangkat mayor, Geerhan pernah menjadi korban penusukan oleh pengunjuk rasa di Dili, Timor Timur, pada 12 November 1991. Kasus itu menjadi pemicu bentrokan berdarah yang disebut Peristiwa Santa Cruz di lokasi pemakaman umum di Dili. Geerhan kemudian menceritakan, pakaian dinasnya sudah hanyut dibawa gelombang tsunami, pada Ahad (26/12/2004) pagi. Pakaian dinas yang tersisa hanya topi berhias tanda pangkat kolonel berupa tiga melati. Sisi kanan topi tertulis: Kolonel Inf Geerhan Lantara. Sementara sisi kirinya tertulis: Danrem 012/TU.

Geerhan menyatakan rasa sukacitanya atas pertemuan singkat pada Selasa (28/12/2004) itu. "Apa yang ingin Anda sampaikan pada pimpinan TNI?" tanya penulis. "Tolong sampaikan pesan saya pada Panglima TNI (Jenderal Endriartono Sutarto—Red) dan Kepala Staf Angkatan Darat (Jenderal Ryamizard Ryacudu—Red), Geerhan Lantara masih hidup. Saya masih di Meulaboh bersama masyarakat," katanya bersemangat.

Geerhan mengaku bisa saja meminta bantuan Pangdam Iskandar Muda Mayjen Endang Suwarya untuk mengirimkan helikopter dan membawanya ke Banda Aceh. Namun, dia lebih memilih tetap tinggal di Meulaboh walaupun ia, istri, serta anak buahnya harus rela tidak makan sejak gempa bumi dan gelombang tsunami melanda Aceh dan sebagian Sumatra Utara.

Kondisi Meulaboh sangat memprihatinkan. Markas Korem Teuku Umar hancur dan nyaris rata dengan tanah. Begitu juga dengan asrama Korem. Hanya beberapa bangunan saja yang masih bisa digunakan, seperti gudang depot logistik. Di gudang inilah sejumlah tentara dan masyarakat yang selamat berteduh.

Sejak bencana alam itu terjadi, jalan darat menuju Meulaboh putus. Infrastruktur lumpuh. Listrik mati dan peralatan telekomunikasi tak bisa digunakan. Sejumlah jembatan yang menghubungkan Meulaboh dengan daerah lain juga terputus.

Untuk tetap bisa menjaga wilayahnya, Geerhan meminta bantuan agar menyampaikan kepada Pangdam Iskandar Muda untuk segera memberinya telepon satelit. Apalagi, dalam kondisi tiga hari kelaparan, masyarakat mulai bertindak anarkistis. Mereka mengambil barang-barang yang bukan miliknya, termasuk memasuki toko-toko serta rumah penduduk yang sudah hancur.

Kondisi masyarakat di Meulaboh pada hari ketiga setelah bencana tsunami itu membuat masyarakat lemah. Banyak mayat yang dibiarkan tergeletak di sejumlah jalan dan bangunan yang hancur. "Kami tak sanggup lagi mengangkat mayat. Lebih banyak yang mati daripada yang hidup di Meulaboh," ujar salah seorang warga saat itu.

Belum sempat mendengar Geerhan bercerita banyak soal bagaimana mereka bisa selamat saat tsunami melanda, tiba-tiba hujan deras turun. Pilot helikopter Kapten Didik bersama Tommy Nasution—putra dari mantan gubernur Sumut almarhum Mayjen (Purn) Kaharuddin Nasution—yang turut dalam helikopter berteriak: "Cepat naik … cepat naik … cuaca buruk."

Reportase selama 20 menit di Meulaboh ini rupanya ditunggu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang bersiap memimpin sidang kabinet di Istana Merdeka, Jakarta.  "Kondisi Meulaboh hancur sekitar 80 persen," seperti laporan wartawan Selamat Ginting dari atas helikopter di udara Meulaboh.n ed: eh ismail

Selamat Ginting

 Wartawan Senior Republika

(Penerima Satya Lencana Kebaktian Sosial untuk Pengabdian Sosial Kemanusiaan dalam Penanganan Tsunami Aceh Sumut 2004-2005)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement