Kamis 04 Dec 2014 17:00 WIB

Keluarga ABK Minta Kejelasan

Red:

SINGAPARNA  -- Keluarga korban tenggelamnya kapal Oryong 501 berharap bisa segera mendapatkan kejelasan tentang nasib sanak saudara mereka. Dede Roni Rusriyana (39 tahun) adalah salah satu anak buah kapal (ABK) asal Kabupaten Tasikmalaya yang bekerja di kapal penangkap ikan milik Korea Selatan itu. "Kami ini betul-betul kehilangan jejak. Apa betul sudah meninggal atau belum?" ujar Nolis (52), kakak sepupu Dede, Rabu (3/12).

Warga Kampung Ciputri, Desa Singasari, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, itu mengatakan, pihak keluarga berharap Dede masih hidup. "Tapi jika memang sudah takdir Yang Maha Kuasa, ya, keluarga rela," kata Nolis.

Kapal Oryong 501 asal Korea Selatan itu tenggelam di Laut Bering, Rusia. Terdapat 35 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi ABK di kapal tersebut. Ketika bercerita di kediaman ayah Dede, Nolis tak sanggup menahan air mata. Tak hanya Nolis, beberapa anggota keluarga korban pun ikut menangis.

Nolis menceritakan, Dede sudah bekerja menjadi ABK kapal penangkap ikan di Korea Selatan sejak 1998. Dede, kata Nolis sudah lama menjadi tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, kabar duka tersebut cukup membuat keluarga terkejut. Nolis mendapat kabar tenggelamnya kapal dari rekan kerja korban pada Senin (1/12) lalu. 

Mohamad Majid (69), ayah Dede, mengaku putranya adalah anak yang baik dan membanggakan. Menurut Majid, putranya sudah meninggalkan Tanah Air sejak Juli 2014. Biasanya Dede bekerja selama setahun di luar negeri lalu kembali untuk libur selama tiga bulan hingga enam bulan. Dede tengah merencanakan pernikahan sepulang dari luar negeri. "Sudah ada calonnya dari Karawang. Ya, kami hanya bisa mendoakan yang terbaik," ujar Majid.

Sementara, ibu Dede yang tinggal di di Perumahan Gading Tutuka II, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, mengaku pasrah. ''Dari agensinya itu bilang kalau anak saya ikut dalam kapal ikan Oryong 501 yang tenggelam di Rusia itu. Saya diminta bersabar dan berdoa,'' kata Fatimah, Rabu (3/12).

Fatimah pun hanya bisa pasrah ketika mengetahui kapal yang ditumpangi anaknya tersebut dikabarkan tenggelam. Fatimah mengaku telah dihubungi melalui telepon oleh perusahaan penyalur PT Oriza Sativa Agency.

Selain dari perusahaan Dede, fatimah juga mengaku mendapatkan informasi dari Kementerian Luar Negeri bahwa anaknya menjadi salah satu ABK yang termasuk dalam daftar pencarian. ''Dari Kemenlu juga memberikan kabar serupa. Saya dan keluarga hanya bisa pasrah menerima apa yang telah terjadi. Meski begitu, kami sekeluarga tetap berharap yang terbaik untuk anak saya itu,'' jelasnya. Terakhir kali Dede menjumpai keluarganya pada Juli lalu.

Menurut keterangan yang didapat dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, ada lima perusahaan yang menyalurkan TKI Indonesia untuk bekerja sebagai ABK pada perusahaan Korea Selatan. Perusahaan tersebut adalah PT Kimco Citra Mandiri, PT Koindo Maritim Power, PT Mitra Samudra Cakti, PT Oryza sativa Agency.

Namun, menurut Murali, Sekretaris Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan, sejumlah perusahaan tersebut bermasalah secara izin. Mereka tidak memiliki izin sebagai Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS). Izin perusahaan tersebut, kata dia, justru datang dari Kementerian Perdagangan. "Oleh sebab itu, masalah ini masih kami selidiki lebih dalam", kata Maruli, Rabu (3/12).

Kementeriannya bersama Kementerian Luar Negeri masih melakukan pelacakan kasus terkait 35 anak buah kapal yang belum ditemukan. Ia berjanji untuk menyelesaikan kasus ini secepat mungkin. Menurutnya, perlindungan bagi TKI adalah prioritas Kementerian Ketenagakerjaan.  Menurutnya, ada dua negara yang sangat banyak mempekerjakan ABK Indonesia, yaitu Korea Selatan dan Taiwan.

Di Korea Selatan, keluarga korban menuduh operator kapal Oryong 501 di Selat Bering ceroboh. Mereka seharusnya tidak memaksakan menangkap ikan karena cuaca yang buruk. "Sepertinya kapal mencoba menangkap ikan saat cuaca buruk dan angin kencang serta gelombang setinggi empat meter," ujar Kim Cheon Sik, sanak saudara pelaut yang masih hilang. Di Korea sendiri, Pulau Jeju tepatnya, kapal memilih tidak berlayar dalam cuaca seperti ini.

n c80/c71c97/ratna ajeng tejomukti ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement