Senin 01 Sep 2014 13:00 WIB
sudut pandang

Sudah Lambat, Disunat Pula

Red:

Oleh: Andi Nur Aminah (wartawan Republika) -- Awal April lalu, ramai diberitakan tentang tunjangan profesi guru yang belum dicairkan. Padahal, dana tersebut sudah ditunggu-tunggu para guru. Sebetulnya, pembayaran tunjangan profesi guru ini memang dibayarkan per triwulan. Namun, pada 2010-2013, ada banyak guru di penjuru Tanah Air yang belum menerima penuh tunjangan mereka. Ada yang kurang tiga bulan, ada yang kurang enam bulan, bahkan ada yang belum terbayarkan setahun sama sekali.

Ke mana perginya dana-dana itu? Entahlah. Dana tunjangan yang entah mengendap di mana itu kemudian disepakati akan dibayarkan paling lambat 30 April 2014, bersamaan dengan pembayaran triwulan pertama 2014. Sebuah surat edaran dari Mendikbud bersama Mendagri, yang diiklankan ke sejumlah media, bahkan terang-terangan menyebut tanggal pencairan tunjangan profesi guru itu.

Rabu, 30 April 2014, mungkin menjadi hari yang sangat dinanti ratusan guru yang tunjangannya belum juga cair. Apalagi mereka yang masih memiliki kekurangan pembayaran tahun-tahun sebelumnya. Minimal menerima tiga kali gaji di luar gaji bulanannya, tentu jumlah yang lumayan.

Hari itu, sengaja saya mengontak beberapa kawan dan kenalan saya yang berprofesi guru. Sekadar mengecek saja, apa betul tunjangan mereka cair hari itu. Namun, dari tujuh orang yang saya kontak, tak satu pun yang menjawab sudah menerima. Esoknya saya mengulangi lagi dan baru dua orang yang menjawab jika rekeningnya sudah mendapat transferan.

Jadi, faktanya penundaan pembayaran, masih saja telat, dan tidak sesuai yang dijadwalkan. Yah, begitulah. Tapi, para guru tak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa pasrah menanti. Memang ada beberapa riak emosi sekelompok guru yang tersalurkan dengan menggelar aksi unjuk rasa.

Lalu, tiba-tiba saja ada pengakuan dari Irjen Kemendikbud Haryono Umar jika ada dugaan pungutan liar yang dilakukan sejumlah Dinas Pendidikan terkait tunjangan profesi guru ini. Temuan itu berdasarkan hasil inspeksi mendadak di beberapa Dinas Pendidikan di wilayah Pulau Jawa, yang dilakukan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Duh!

Sebetulnya, sebagian guru mengakui jika pungli dari dana tunjangan profesi mereka ini sudah rahasia umum. Namun, banyak guru yang tak mau terang-terangan mengakuinya. Alasannya, takut jika mereka bicara, pencairan tunjangan mereka malah akan dipersulit.

Modus pungli yang ditemukan Kemendikbud bersama KPK sepertinya sudah terstruktur dan sistematis. Sebab, pelakunya adalah Dinas Pendidikan setempat. Modus pemotongannya pun berbeda-beda.

Kawan saya yang guru di Kalimantan mengaku tunjangannya dipotong jika ada kekurangan hari mengajar. Artinya, tunjangannya bulan ini bisa berbeda jumlahnya jika ia pernah absen mengajar meski hanya sehari saja.

Seorang kawan guru lainnya di Sulawesi mengatakan, dia diwajibkan menyerahkan Rp 200 ribu per tahun yang dipotong langsung oleh Dinas Pendidikan di daerahnya sebagai biaya administrasi pengurusan tunjangan itu. Jujur, dia mengaku tidak terlalu keberatan dengan pemotongan itu. Toh hanya setahun sekali.

Lalu, di daerah Jember, Jawa Timur, kalangan guru bahkan mengaku pemotongan tunjangan yang mereka terima hingga mencapai 14 persen dari gaji mereka. Mengetahui hal itu, Ketua Dewan Guru Jawa Timur Zainuddin Maliki sangat menyayangkan oknum yang melakukan pemotongan itu. Apalagi mengingat kesejahteraan guru yang masih belum baik, dan juga guru-guru pun masih dibebani pembayaran pajak kepada pemerintah.

Zainuddin menyebut penyunatan tunjangan jelas melanggar hukum. Pemotongan tunjangan menurutnya bisa membuat guru bingung dan masih memikirkan kesejahteraan, bukan lagi bekerja profesional.

Apa pun modusnya, apalagi jika langsung dipatok berapa nilainya oleh instansi terkait, pemotongan dana tunjangan profesi guru tidak dibenarkan. Ini adalah bentuk korupsi dan harus ditindak.

Biarkanlah para pahlawan tanpa tanda jasa ini menikmati tunjangan hasil jerih payah mereka dengan utuh, tanpa sunatan. Jika ada yang mengaku sukarela pun, jangan sampai itu hanya karena faktor psikologis saja. Karena, dalam hati, mereka berucap: ''Yah, daripada tunjangan tidak cair!" 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement