Rabu 07 Dec 2016 13:00 WIB

Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Indef: Selesaikan Masalah-Masalah Struktural Dulu

Red:

Bagaimana Anda menanggapi permintaan Presiden agar dolar AS jangan lagi dijadikan tolok ukur rupiah?

Ya, memang betul, tapi kan ini banyak menjadi efek psikologi atau sentimen. Karena, kalau secara riil ekonomi kita, sebetulnya keterbukaan dengan ekonomi global tidak lebih dari 20 persen. Misalnya dari sisi ekspor-impor kita cukup kecil. Dengan kondisi ini, kalau kita ambil kasus dolar AS tembus Rp 14 ribu, misalnya, sekalipun hal itu terjadi tetapi justru itu momentum kita melakukan substitusi impor.

Artinya, pelemahan rupiah terhadap dolar AS ada imbas positifnya bagi ekspor?

Iya, itu membuat ekonomi Indonesia semakin sehat karena kita mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor. Jadi, produksi dalam negeri jadi kompetitif dan ekspor kita juga lebih kompetitif kalau nilai tukar kita menurun. Dengan rupiah yang melemah, maka produk kita yang murah lebih kompetitif dibanding produk pesaing kita dari negara lain. Tentu hal ini menjadi manfaat bagi para eksportir.

Dengan penguatan dolar AS pasca-Trump ini, sebaiknya sikap Indonesia bagaimana?

Sekarang tinggal kita memosisikan diri. Kalau di tengah perekonomian yang lemah tapi ketergantungan impor tidak dikurangi maka kita akan babak belur. Di tengah depresiasi rupiah, tetapi ekspor komoditas tetap tidak memberikan manfaat bagi kita, sehingga betul bahwa nilai tukar kita tidak jadi sumber masalah.

Kalau nilai tukar rupiah bukan sumber masalah, lalu apa?

Maksudnya begini, selain soal pembahasan soal dolar AS yang bukan patokan, kita harus menyelesaikan masalah kita sendiri dulu. Masalah struktural, ketergantungan impor, ekspor komoditas, ini harus kita selesaikan terlebih dahulu, baru kita menganggap nilai tukar kita berapa. Itu beruntung kitanya.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Permasalahan struktural tadi harus dirampungkan terlebih dulu.Oleh Sapto Andika Candra ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement