Senin 07 Nov 2016 18:00 WIB

Pemeriksaan Lengkapi Alat Bukti

Red:

JAKARTA -- Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar memastikan Badan Reserse Kriminal Polri akan memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Senin (7/11).

"Apabila tidak ada halangan, besok (hari ini—Red) di Mabes Polri akan dilaksanakan pemeriksaan lanjutan kepada Saudara Basuki Tjahaja Purnama," ujarnya, di Nusa Dua, Bali, Ahad (6/11). Boy melanjutkan, rencananya pemeriksaan akan dilakukan tepat pukul 10.00 WIB. Mudah-mudahan, kata dia, tidak ada perubahan jadwal, baik jam maupun hari pemeriksaan.

Pemeriksaan tersebut, menurut Boy, akan digunakan untuk melengkapi alat bukti yang sudah ada. Saat ini, penyidik sedang berusaha melengkapi segala alat bukti untuk membuat kasus hukum tersebut terang."Untuk menentukan status hukum Saudara Basuki Tjahaja Purnama," kata Boy.

Selanjutnya, lanjut dia, setelah pengumpulan alat bukti dengan meminta keterangan dari pihak terlapor dan keterangan dari para saksi ahli, hasilnya akan segera dilaporkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Setelah itu, kepolisian akan segera melakukan gelar perkara untuk menuntaskan kasus hukum dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki.

Terkait gelar perkara, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki dilakukan secara terbuka. Menurut pengamat hukum pidana Asep Iwan Iriawan, meski instruksi terebut menyalahi KUHAP, hal itu dilakukan sebagai bentuk transparansi dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama.

"Dijelaskan Kapolri, jelas, tegas, tuntas. Pemeriksaan ini tidak wajar. Namun, ada pengecualian dan juga untuk transparansi. Penyelidikan tertutup, tapi ada eksepsi karena jangan sampai nanti Kapolri dituduh ada apa-apa. Makanya terbuka," kata dia.

Kendati demikian, sambung Asep, masyarakat juga harus siap menerima apa pun hasil dari gelar perkara yang telah dilakukan secara terbuka tersebut. Masyarakat, kata Asep, juga harus tunduk pada hukum yang berlaku sehingga tidak dapat memaksakan kehendak.

"Jangan sampai nanti ada pihak-pihak yang merasa benar. Nanti kalau disaksikan terbuka, inilah gelar perkara demi transparansi. Nah, itulah harus tunduk pada konstitusi," ujarnya.

Proses hukum terhadap Basuki, menurut Asep, harus dihormati oleh seluruh masyarakat. Masyarakat pun, tambah dia, perlu mengapresiasi sikap pemerintah dan kepolisian yang akan menggelar perkara kasus dugaan penistaan agama ini secara transparan.  

"Apakah pernyataan Ahok melawan hukum atau tidak, itu proses yang harus dihormati. Terbuka itu ada di ruang sidang. Perkara ini kalau tidak dibuka disangka tuduhan yang enggak-enggak," katanya.

Menurut dia, dalam mengusut perkara ini kepolisian harus berfokus membuktikan apakah perbuatan Basuki tersebut melawan hukum atau tidak. Seperti diketahui, menurut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Presiden meminta agar penanganan kasus ini dilakukan dengan cepat dan transparan serta dibuka ke publik.

"Presiden memerintahkan agar gelar perkara dibuka saja kepada media, buka saja kepada publik," kata Tito, Sabtu (5/11) malam. Tito menyampaikan, pada Senin (7/11) polisi akan memanggil secara resmi terlapor, yaitu Basuki,.

Bareskrim Polri juga telah mewawancarai 22 orang, di antaranya tiga saksi pelapor dan Basuki sendiri yang sedianya akan dipanggil tetapi telah datang dengan kesadaran sendiri untuk memberikan keterangan. Polisi juga telah meminta keterangan dari 10 saksi ahli, termasuk saksi ahli yang diajukan pihak terlapor.

Jika dalam penyelidikan terbukti terjadi penistaan agama, maka status terlapor Basuki dapat ditingkatkan. Tetapi, jika tidak terbukti, maka kasus itu dihentikan.

 

Janji istimewa

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menganggap janji pemerintah yang akan mempercepat proses hukum terhadap Basuki dalam tuduhan penistaan agama merupakan sesuatu yang istimewa. Menurut dia, keistimewaan itu lahir seusai aksi damai pada Jumat (4/11) lalu.

Abdul menilai kasus penistaan agama yang mendera Basuki tergolong kasus kriminal biasa sehingga kepolisian diwajibkan mengikuti prosedur yang berlaku sebelum dilakukan penahanan. Hanya kasus kejahatan luar biasa, seperti terorisme atau korupsi, yang pelakunya bisa langsung ditahan tanpa proses hukum sebelumnya.

"Karena delik aduan terkait Pak Ahok ini pidana biasa, yaitu penistaan agama, maka dia berbeda dengan kasus korupsi dan terorisme yang bisa ditangkap tanpa diadili," kata Abdul, di Pendopo Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (5/11).

Ia lantas mengapresiasi janji pemerintah terkait tenggat waktu penyelesaian kasus tersebut. "Pemerintah sudah membuat jalan keluar bahwa dua pekan akan diproses, biasanya di konteks pidana biasa tidak terjadi. Masyarakat harus paham, kalau mau penyelesaian secara hukum, ya, harus diikuti. Jangan polisi dipaksa melanggar hukum dan jangan kemudian ini melanggar HAM," ujar Abdul. rep: Mabruroh, Dessy Suciati saputri   ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement