Jumat 22 Jul 2016 16:00 WIB

Al Araf, Direktur Imparsial: Tindakan Represif Berpotensi Terjadi

Red:

Apa saja risiko pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme?

Menggunakan militer secara aktif, akan merusak mekanisme criminal justice system. Ini salah dan keliru. Kedua, tentu ini akan menimbulkan ruang terjadinya potensial tindakan yang sifatnya represif. sebaiknya, TNI dijadikan pilihan terakhir.

 

Bagaimana tanggapan Anda soal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme melalui revisi UU Antiterorisme?

Begini, pemerintah harus memilih penanganan terorisme menggunakan model yang mana. Tampaknya, model ini harus fokus ke criminal justice system, artinya penegakan hukum. Nah, kalau memilih ini, maka pelibatan militer sebenarnya tak dibutuhkan dalam RUU Antiterorisme. Biar tetap jadi tindak pidana, agar aparat penegak hukum yang menyelesaikan itu. Tak perlu pelibatan TNI ke UU Antiterorisme ini.

Nah, ketika situasi kondisi polisi tidak bisa mengatasi, pemerintah tidak perlu khawatir. Karena pelibatan TNI juga sudah diatur dalam Undang-Undang TNI. Dalam undang-undang itu pelibatan militer melalui politik negara. Sudah ada undang-undangnya, buat apa dimasukkan (dalam UU Antiterorisme).

Buat apa mengulang sesuatu yang sudah diatur. Yang penting, kita perlu mengatur aturan lebih lanjut terkait perbantuan itu. Artinya, membuat aturan baru yaitu tugas perbantuan militer (untuk pemberantasan terorisme). Agar lebih jelas, sejauh apa dan dalam tupoksi apa militer membantu.

Selama ini pemerintah selalu mengatakan Polri perlu di-backup. Bagaimana menurut Anda?

TNI memang punya kapabilitas tertentu. Apalagi strategi gerilya, polisi tidak bisa, militer dibutuhkan. Pelibatan itu sesungguhya secara praktis sudah dilakukan, ada dasar hukumnya. Kalau tidak ada, (tindakan TNI selama ini) ilegal dong. Masalah peraturan kan kita tidak ada masalah, juga sudah ada praktiknya. Meskipun dalam hal ini (pelibatan TNI dalam operasi di Poso) perintahnya adalah perintah presiden secara lisan, tidak secara tertulis.    Oleh Intan Pratiwi, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement