Kamis 21 Jul 2016 15:00 WIB

YLKI Minta BPOM Benahi Diri

Red:

JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong BPOM membenahi diri. Desakan ini menyusul pelantikan Kepala baru BPOM, Penny Kusumastuti Lukito, oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (20/7).

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi berharap kepemimpinan baru dibarengi penguatan kelembagaan. Inilah momentum pembenahan internal sehingga BPOM lebih berdaya dalam melakukan tugasnya di lapangan.

Terbongkarnya produksi dan peredaran vaksin palsu, lanjut Tulus, membuktikan BPOM perlu memperoleh ruang lebih luas dalam pengawasan. ''Bukan malah diamputasi, apalagi terbukti pengawasan oleh Kemenkes dan Dinkes lebih banyak gagalnya,'' katanya, kemarin.

Penguatan peran dan fungsi BPOM minimal dimulai dari ranah regulasi. Karena itu, YLKI mendukung pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Terlebih, jelas Tulus, kini masuk era derasnya produk-produk luar negeri ke Indonesia.

"Kita harapkan figur baru kepala Badan POM didedikasikan untuk itu. Bukan malah sebaliknya, yakni bagi-bagi kursi belaka. Kompetensi kepala BPOM baru akan diuji. Kita tunggu kiprahnya," kata Tulus menegaskan.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sepakat wewenang pengawasan BPOM ditambah. Kemenkes, jelas dia, sedang melakukan proses revisi peraturan menteri kesehatan (permenkes) untuk perbaikan sistem pengawasan BPOM.

"Memang saat ini ada permenkes yang membatasi fungsi pengawasan BPOM. Kita sepakat jika harus direvisi. Saat ini kan tugas BPOM sebatas memeriksa produk obat," ujar Nila. Fungsi ini berkenaan dengan pengawasan premarket.

Sementara itu, saat obat sudah masuk ke rumah sakit, pengawasan sudah menjadi tugas pokok kefarmasian rumah sakit. ''BPOM saat ini tidak bisa masuk sampai ke ranah itu. Tapi, jika ke depannya mau ikut melakukan pengawasan, silakan saja, kita sama-sama.''

Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid, dalam wawancara dengan Republika, Selasa (19/7), menyatakan, dalam kasus vaksin palsu, BPOM telah mengungkapkan sejumlah hasil uji laboratorium. Pengujian dilakukan atas 39 sampel yang diambil BPOM.

Ada empat vaksin yang positif dinyatakan palsu dan dua vaksin tidak mengandung kadar sesuai. Vaksin yang berasal dari sitaan Bareskrim Mabes Polri ada 72 sampel. Sebanyak 65 sampel di antaranya sudah diuji. Ada 23 sampel vaksin yang tidak sesuai antara label dan isi.

Sisa sampel tidak diuji karena ternyata itu bukan vaksin. Keenam sampel merupakan cairan untuk membantu mencampur bahan vaksin. "Saat ini, kami minta sisa sampel sitaan yang ada dan belum kami uji. Sampel itu harus melalui proses inkubasi terlebih dahulu."

Ia menambahkan, secara prosedur, wewenang BPOM hanya menguji sampel. Setelah itu, hasil uji berikut kandungan vaksin mereka serahkan ke polisi. Kalau tidak ada persetujuan dari polisi, lembaga ini tak bisa mengungkapkan ke publik.

''Pengungkapan yang kami lakukan saat di DPR pada 14 Juli lalu atas seizin Bareskrim Mabes Polri,'' kata Bahdar. Selain prosedurnya begitu, ia menyatakan, pengungkapan oleh polisi justru lebih tepat, jelas, dan benar. Mereka bisa menelusur dari distributor yang telah ditangkap.

Setelah itu, bisa dilihat riwayat pemesanan, oleh siapa, dikirim ke siapa, dan seterusnya. Metode itu lebih tepat.

Bentuk panja

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ermalena menyatakan, Komisi IX akhirnya memutuskan membentuk panitia kerja (panja) untuk menangani kasus vaksin palsu. ''Kami sepakat, masalah ini harus segera diselesaikan,'' katanya.

Ermalena mengungkapkan, secara efektif rapat-rapat panja itu akan digelar pada pekan depan. Namun, tidak tertutup kemungkinan jika rapat tersebut sudah bisa dilakukan Kamis (21/7) ini. Panja akan dipimpin langsung pimpinan Komisi IX.

Anggotanya berjumlah total 30 orang, termasuk dengan pimpinan. Ia menjelaskan, fokus utama panja ini adalah mengevaluasi hasil rapat kerja dengan Kemenkes belum lama ini. Salah satunya, evaluasi peraturan menteri kesehatan.

Setidaknya, ada empat permenkes yang diharapkan bisa dievaluasi, termasuk memfungsikan lagi BPOM. Selama ini, fungsi BPOM belum maksimal dalam mengawasi peredaran obat, termasuk vaksin dan makanan.

Terutama, pengawasan di fasilitas kesehatan dan rumah sakit. Demikian pula, dengan pengawasan mulai dari pembuatan obat, distribusi, dan penggunaan. ''Karena, regulasinya yang membuat BPOM tidak maksimal menjalankan fungsinya,'' katanya.     rep: Dian Erika Nugraheny, Hasanul Rizqa, Reja Irfa Widodo, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement