Senin 30 May 2016 14:00 WIB

Impor tak Berdampak

Red:

 

Republika/Agung Supriyanto 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA - Rencana pemerintah mengimpor bawang merah sebanyak 2.500 ton dianggap tak mengubah keadaan. ''Impor tak berdampak signifikan,'' kata pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, Ahad (29/5).

Apalagi menurut dia, kebijakan impor bawang merah baru dikeluarkan akhir-akhir ini. Maka bawang impor bisa saja baru masuk pasar dua bulan mendatang. Sebetulnya, kalau pemerintah memang ingin memenuhi kebutuhan bawang, mestinya dilakukan dua bulan lalu. 

Pola permintaan dan pasokan yang sederhana, jelas dia, masih mengambil peran dalam kenaikan harga saat ini. Secara sederhana, apalagi harga naik, tentu saja disebabkan karena pasokan yang kurang, begitu pula sebaliknya.

"Pola itu semua sudah ketahuan. Panen raya bawang itu sekitar Juli-Agustus, sehingga saat ini musim paceklik. Nah, itu bisa diatasi kalau memang kita mampu menanam bawang melawan musim, kan gitu,'' kata Dwi.

Hanya saja, penanaman melawan musim akan memberikan solusi apabila dilakukan di lokasi yang dekat dengan titik-titik permintaan yang tinggi. Dwi mengingatkan, bawang merah tergolong komoditas pangan yang mudah membusuk.

Karena itu, strategi distribusi perlu rencana matang. Ia juga menilai, kebaikan bahwa bahan pangan jelang puasa atau Lebaran semestinya sudah bisa diantisipasi oleh pemerintah. Ke depannya, ia mendesak pemerintah lebih siap menghadapi periode seperti sekarang.

Meski demikian, ia menduga, dengan mengimpor, pemerintah memang tidak ingin mengejar efek berupa produk, melainkan efek psikologi bagi pelaku usaha. Pemerintahan Orde Baru sempat mengumumkan impor beras saat harga melambung tinggi.

Sesaat setelah pengumuman itu, harga beras berangsur pulih ke harga normal dan akhirnya rencana impor beras dibatalkan. Ia menyatakan, dengan lonjakan harga bawang merah yang mencapai 34 persen dalam kurun sebulan, impor masih dimaklumi.

Sekjen Asosiasi Bawang Merah Indonesia Ikhwan Arif meyakini, kerja sama petani bawang dengan Bulog serta PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) bisa menstabilkan harga bawang merah yang sempat melambung tinggi.

Pekan ini, jelas dia, pembelian bawang oleh mereka akan dilakukan secara serentak di lima provinsi di Sumatra. Total bawang yang terserap ditargetkan mencapai 20 ton per provinsi. Namun untuk tahap awal, serapan 6 hingga 7 ton dari Sumatra cukup membantu menekan harga.

Ikhwan menilai, langkah ini dinilai lebih efektif ketimbang harus mengimpor 2.500 ton bawang di saat mendekati panen raya. "Tujuan utamanya sama, stabilisasi harga. Nanti akan bisa kita buktikan, distribusi mana yang terhambat," katanya, kemarin.

Menurut Direktur Pengadaan Bulog Wahyu, pihaknya terus menyerap dan mendistribusikan bawang merah. Penyerapan menargetkan sejumlah sentra produksi di antaranya Bima, Malang, Nganjuk, Kendal, Cirebon, dan Garut.

Bawang merah petani dibeli dengan harga Rp 20 ribu per kg dan dijual kembali ke pasar maksimum Rp 25 ribu per kg. Distribusi melalui operasi pasar sejak 15 Mei 2016 hingga kini dengan wilayah sasaran Jabodetabek, Surabaya, Semarang, dan Medan.

Wahyu menyebut, operasi pasar cukup berpengaruh dan berhasil menurunkan harga bawang hingga Rp 40 ribu per kilogram. Namun, instrumen pengendalian harga bukan hanya mengandalkan operasi pasar. Strategi lainnya adalah impor.

Para petani bawang merah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat kecewa dengan rencana pemerintah mengimpor bawang merah. Keputusan itu akan menghancurkan harga bawang merah lokal sehingga merugikan mereka.

''Ya, jelas sangat kecewa. Pemerintah tidak berpihak pada petani dan lebih memilih impor,'' ujar petani bawang merah asal Desa/Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Kholis, Ahad (29/5). Ia mengatakan, untuk menanam bawang merah harus keluar modal besar. 

Selain untuk membeli bibit yang harganya mahal, petani juga harus menghadapi serangan hama yang terus menerus menyerang tanaman bawang merah. Dengan semua usaha itu, petani berharap harga bawang merah bisa tinggi saat panen.

Namun, dengan adanya impor, harga bawang merah di tingkat petani akan hancur. ''Harusnya pemerintah menyejahterakan petani, bukan malah menghancurkan nasib petani,'' tegas Kholis. Petani bawang dari Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Durnia, juga mengeluh.

''Petani sudah susah payah menanam bawang merah, pemerintah malah impor lagi,'' keluh Durnia. Menurut dia, impor menyebabkan harga bawang anjlok.  rep: Sapto Andika Candra, Lilis Sri Handayani, Sonia Fitri, Debbie Sutrisno, Rizky Jaramaya, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement