Kamis 26 May 2016 13:00 WIB

MA Berhentikan Ketua PN Kepahiang

Red:

 

Antara/Rosa Panggabean     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memberhentikan sementara Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba, yang ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KJPK), Senin (23/5). Dua perangkat pengadilan yang ikut tertangkap KPK juga dikenai perlakuan serupa.

"Terkait kejadian itu, MA akan mengambil tindakan tegas, yaitu memberhentikan sementara dari jabatannya," kata Juru Bicara MA Suhadi, di Gedung Mahkamah Agung, Rabu (25/5). Selain Janner, yang juga diberhentikan sementara adalah Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin dan hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton.

Operasi tangkap tangan oleh KPK terjadi pada Senin (23/5) di beberapa lokasi di Bengkulu. Menurut keterangan resmi KPK, awalnya terjadi penyerahan uang senilai Rp 150 juta dari mantan kepala bagian keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, kepada Janner yang juga menjabat sebagai hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, di sekitar Pengadilan Negeri Kepahiyang, Bengkulu.

Seusai penyerahan uang, keduanya kembali ke rumah masing-masing. Pada saat itu, tim satgas KPK bergerak menuju rumah dinas Janner. Tim lalu menangkap Janner dan menyita uang senilai Rp 150 juta.

Uang itu merupakan pemberian kedua, setelah sebelumnya ada pemberian uang kepada Janner sebesar Rp 500 juta pada 17 Mei 2016. Pemberian uang itu diduga dari mantan wakil direktur keuangan RSUD M Yunus, Edi Santroni. Dengan demikian, total uang yang diterima Janner sebanyak Rp 650 juta.

Lalu, sekitar pukul 16.00 WIB, barulah tim Satgas KPK mengamankan mantan kabag keuangan RSUD M Yunus, Syafri Syafii, di wilayah Kepahiyang. Disusul berturut-turut Badarudin Bacshin dan Toton di sekitar PN Bengkulu sekira pukul 17.00 bersama tim dari Polda Bengkulu. Mantan wakil direktur umum dan keuangan RSUD M Yunus, Edi Santoni, juga ditangkap kemudian.

Uang suap diduga terkait dengan pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Janner adalah hakim ketua yang menyidangkan perkara tersebut.

KPK kemudian menetapkan pihak-pihak yang ditangkap tersebut pada Selasa (24/5). Keesokan harinya, KPK menahan lima tersangka tersebut.

Suhadi mengatakan, tidak tahu mengapa masih banyak perangkat pengadilan yang terjerat kasus korupsi. Ia mengklaim, pembinaan hakim terus-menerus dilakukan, baik yang bersifat profesi maupun nonprofesi.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai, tertangkapnya Janner membuktikan bahwa lembaga peradilan sudah melakukan praktik jual beli keadilan. "Pengadilan ini kan tempat untuk mencari keadilan, kalau suap-menyuap, ini kan keadilan semakin konkret diperjualbelikan,'' kata Desmond.

Oleh karena Itu, lanjut dia, lembaga peradilan harus diperbaiki jika tidak ingin kehilangan kepercayaan rakyat. Desmon mengklaim, rencana revisi UU Jabatan Kehakiman adalah salah satu langkah Komisi III melakukan pembenahan. ''Dengan UU ini, kita akan semakin mengoreksi apa yang ada,'' ujarnya menjelaskan.

Ia mengungkapkan, yang patut disorot dalam kasus penangkapan hakim adalah kurangnya pengawasan terhadap hakim serta sosok hakim itu sendiri. Desmond menolak alasan bahwa maraknya hakim terlibat korupsi terkait dengan minimnya kesejahteraan.

Wakil ketua DPR Fadli Zon menyatakan, korupsi masih menjadi fenomena di sejumlah lembaga, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. ''Saya prihatin. Kita berharap supaya lembaga penegak hukum (bersih). Karena dampaknya besar,'' kata dia. Diakuinya, Indonesia masih memiliki masalah di lembaga peradilan dengan apa yang disebut sebagai mafia peradilan.     rep: Dadang Kurnia, Eko Supriyadi, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement