Selasa 24 May 2016 18:00 WIB

Asep Warlan Yusuf, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan: Daerah Boleh Melarang yang Dibolehkan Pusat

Red:

Terkait pencabutan peraturan daerah (perda) di daerah secara hukum tata negara seperti apa?

Jadi memang ada produk hukum yang dievaluasi saat masih raperda (rancangan peraturan daerah) atau perda. Kalau raperda itu yakni tata ruang, APBD, pajak dan retribusi. Nah kalau yang lainnya itu dievaluasi dalam bentuk perda.

Ada kewajiban dari daerah untuk menyetorkan atau memberikan naskah yang disepakati dengan DPRD ke provinsi untuk dikaji atau dievaluasi, itu dalam bentuk perda.

Hasil pengkajian itu nanti dikembalikan ke daerah, apakah akan diberlakukan atau ada perbaikan, sebagaimana saran evaluasi tingkat atasnya. Ada kewajiban memang untuk melaporkan, lalu diregistrasi di kemendagri.

Kalau perda yang sudah diberlakukan, misalnya Perda Miras?

Perda Miras, peraturan diatasnya itu kan Perpres (Nomor 73 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol) dan Permendag tentang Peredaran Miras. Tapi sebagian daerah bukan melihat sebagai rujukan, karena beberapa kajian daerah menunjukkan, miras tidak cukup hanya dikendalikan tapi harus dilarang, makanya ada beberapa daerah yang tidak setuju kalau bertentangan dengan perpres. Mereka inginnya dengan undang-undang, bukan perpres. Kemudian banyak daerah yang agak membangkang dengan evaluasi Kemendagri ini.

Kemendagri menilai sejumlah perda ini, salah satunya Perda Miras tidak selaras dengan dua aturan yang lebih tinggi, sehingga perlu disingkronkan. Menurut Anda?

Kan begini, segala sesuatu yang dilarang oleh pemerintah pusat, daerah tidak boleh membolehkan karena itu standar nasional yakni larangan. Tapi sebaliknya, sesuatu yang dibolehkan pusat, daerah boleh melarangnya. Nah dalam hal ini Perda Miras, memungkinkan dibolehkan.

Karena kondisi tertentu, daerah menilai tidak cukup hanya mengendalikan, tapi perlu melarangnya karena mempertimbangkan risiko yang lebih berbahaya. Pemahamaan saya ya boleh, menyimpang dari itu, karena faktor risiko dari akibat berbahaya yang bisa mengancam masyarakat.    Oleh Fauziah Mursid, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement