Selasa 05 Jan 2016 17:00 WIB

Kemiskinan Sulit Turun Signifikan

Red:

JAKARTA -- Jumlah penduduk miskin pada September 2015 mengalami penurunan dibandingkan Maret 2015. Pada September penduduk miskin 28,51 juta atau 11,13 persen, turun 80 ribu orang dari enam bulan sebelumnya yang berjumlah 28,59 juta orang.

Meski demikian, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengingatkan, pemerintah harus memiliki strategi khusus agar angka kemiskinan dapat berkurang dengan cepat. "Angka kemiskinan bila sudah berada di level 10-11 persen, sulit diturunkan secara signifikan,'' katanya, Senin (4/1).

Ia menambahkan, pengurangan dalam kurun Maret-September 2015 terjadi di perkotaan maupun perdesaan. Ada jumlah faktor yang menyebabkan turunnya angka kemiskinan itu. Di antaranya, tingkat inflasi yang relatif rendah.

Selama periode Maret 2015-September 2015, inflasi umum tercatat 2,69 persen. "Inflasi yang rendah berpengaruh terhadap garis kemiskinan. Karena itu, sangat penting untuk terus mengendalikan harga," kata Suryamin.

Selain itu, rata-rata harga beras secara nasional turun 0,92 persen.

Harga beras pada Maret sebesar Rp 13.089, turun menjadi Rp 12.968 per kg pada September 2015. Tak hanya beras, harga bahan pokok lainnya pun turun, misalnya, minyak goreng, yakni sebesar 2,80 persen. Ini disebabkan sedang anjloknya harga kelapa sawit.

Suryamin menambahkan, jumlah penduduk miskin berkurang karena membaiknya perekonomian Indonesia. Pada kuartal III 2015, ekonomi tumbuh sebesar 7,12 persen terhadap triwulan I 2015. Ini menunjukkan, serapan belanja sudah terealisasi. Investasi pun meningkat.

Sedangkan, faktor lainnya yang menurunkan jumlah angka kemiskinan adalah perbaikan penghasilan petani. Ini ditunjukkan oleh kenaikan nilai tukar petani (NTP) sebesar 0,79 persen dari 101,53 pada Maret 2015 menjadi 102,33 pada September 2015.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengakui butuh konsistensi dalam kebijakan fiskal serta waktu yang tidak singkat untuk menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Ini tak mudah dilakukan.

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo menyebut data perekonomian Indonesia pada tahun lalu, di atas ekspektasi publik. Bahkan, dibandingkan negara-negara lain penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak signifikan.

Ia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi antara 4,7 atau 4,8 persen pada 2015. Artinya, lebih rendah daripada 2014 yang mencapai lima persen. ''Bandingkan dengan negara lain yang turun 1,5 sampai tiga persen. Kita hanya  0,3-0,2 persen,'' kata dia, kemarin.

Presiden menyakini, apabila publik dan pelaku usaha optimistis perekonomian diyakini akan lebih baik lagi. Menurut dia, realisasi APBN 2015 diragukan publik, penerimaan pajak diperkirakan maksimal hanya 80 persen.

Namun, kenyataannya, pendapatan negara ditutup mencapai 84,7 persen atau Rp 1.491 triliun. Sedangkan, penerimaan pajak mencapai 83 persen atau Rp 1.235,8 triliun. Selain itu, penerimaan nonpajak 93,8 persen atau Rp 252,4 triliun. Artinya, yang ditakutkan tidak terjadi.

Kemudian, lanjut Presiden, serapan belanja negara mencapai 91,2 persen. ''Saya pernah berbicara, saat itu saya yakin 92-93 persen,'' ujar dia. Menurut dia, inflasi hanya 3,3 persen pada tahun kemarin. Padahal, tingkat inflasi mencapai 8,3 persen pada 2014. n muhammad nursyamsyi ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement