Jumat 27 Nov 2015 14:00 WIB

Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah: Sistemnya Harus Direformasi

Red:

Presiden kembali mempertanyakan serapan anggaran daerah yang rendah, sebenarnya apa masalahnya?

Permasalahannya berlapis-lapis dan kompleks. Dana mengendap ini biasanya dana pusat yang ditransfer ke daerah, misalnya, dana dekonsentrasi. Beberapa kasus terjadi lantaran pusat baru transfer jelang akhir tahun.

Nah, apa yang bisa dilakukan dalam 1,5 bulan ke depan oleh daerah? Kalau di pusat memang serapan anggarannya dianggap sudah, tapi daerah nggak bisa dilakukan dan dianggap terima duit meskipun nggak kepakai.

Jadi, memang ini juga problemnya dari nasional, dalam arti manajemen transfer alokasi dana-dana tertentu. Kedua adalah problem terkait hukum. Makanya kriminalisasi jadi isu penting karena adanya perbedaan acuan dalam APBD.

Saat menyusun mengacu Permendagri 58/2015 dan berbagai permendagri lainnya yang strukturnya belanja langsung dan belanja tidak langsung. Tetapi, saat melaporkan menggunakan standar akuntansi pemerintahan (SAP) internasional digunakan Kemenkeu dan BPK.

Nah, itu nggak ada belanja langsung dan tidak langsung, yang ada hanya belanja operasional dan belanja modal. Makanya daerah itu bingung karena kebijakan yang tidak sinkron, tidak konsisten satu sama lain.

Ketiga, manajemen program atau proyek, yang misalnya dilihat siklus anggaran kita di daerah tahun fiskal mulainya Januari sampai Desember. Tapi, praktis mulai bergerak itu baru April karena Januari sampai Maret mereka menyebutnya masa tunggu transfer dari pusat.

Tidak ada yang bisa dilakukan. Jadi, praktis hanya punya sembilan bulan dari April sampai Desember, kebayang untuk APBD harusnya setahun tapi dihabiskan sembilan bulan, kualitasnya serapannya bagaimana?

Lantas, mestinya langkah seperti apa yang bisa dilakukan?

Tentu mencari solusi terkait masalah tadi. Reformasi kebijakan nasional harus punya satu acuan dalam APBD, apakah rezim Kemendagri atau SAP. Karena, SAP jadi rujukan Kemenkeu dan BPK selama ini atas pemeriksaan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Berarti problem serapan anggaran ini  bukan murni salah daerah?

Saya bilang problem kita itu bukan kasusistik, tapi seperti wabah karena desain nasionalnya memang begitu dari dulu dan problem sistem bukan satu atau dua daerah, melainkan semuanya. Makanya saya bilang sistemnya yang harus direformasi.

Dengan menghukum daerah, apakah tepat?

Logisnya memang kalau uang dikasih nggak abis, masa ditambah, ya tentu dikurangi, apalagi UU 23/2014 tentang Pemda rezimnya sanksi. Tapi, sebelum memberi sanksi, pemerintah harus paham dan berdialog dengan daerah dulu bahwa persoalan hulunya juga ada di pusat.

 

Masalahnya ada di Kemendagri maupun yang di Lapangan Banteng (Kemenkeu).  Walaupun, untuk beberapa hal, saya setuju adanya sanksi ke daerah karena ada juga daerah yang cari aman dan  cari gampang, tapi kasihan masyarakat yang dirugikan. n ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement