Kamis 08 Oct 2015 13:00 WIB

Calon Petahana Berpotensi Politisasi Guru

Red:

JAKARTA -- Praktik politisasi guru-guru dan kepala Dinas Pendidikan di daerah menjelang pilkada berpotensi dilakukan oleh calon petahana. Iming-iming naik jabatan dan ancaman mutasi menjadi buah simalakama bagi para pelaku institusi pendidikan ini.

Ketua Ombudsman Bidang Pendidikan Budi Santosa mengatakan praktik tersebut sudah lama terjadi. Praktik tersebut juga jadi rentan terjadi apabila calon petahana kembali maju ke pemilukada berikutnya. Para pelaku institusi pendidikan seperti guru dan pegawai Dinas Pendidikan dihadapkan pada pilihan sulit.

"Kalau calonnya menang, dia bisa naik jabatan atau pangkat. Tapi, jika dia tidak mau membantu, mutasi jabatan menjadi ancaman tersendiri," ujar Budi, saat dihubungi Republika, Rabu (6/10).

Budi menilai praktik seperti ini mestinya tidak terjadi. Memolitisasi guru akan sangat berdampak pada kegiatan belajar mengajar siswa. Ada banyak praktik seperti memobilisasi suara di tingkat sekolah, bahkan kepada siswa merupakan bentuk kompetisi yang tidak fair.

Apalagi, tambah Budi, tak jarang ancaman mutasi menjadi senjata utama para calon petahana untuk memaksa para guru dan pegawai dinas secara tidak langsung. Praktik yang terjadi salah satunya di daerah pilkada di Provinsi Banten.

"Saya dapat banyak keluhan soal itu. Para dirjen di Kemendikbud bahkan sampai geleng kepala ketika pembinaan sudah diberikan kepada kepala sekolah atau kepala dinas daerah tertentu, orangnya malah dicabut hanya karena kepentingan politik," ujar Budi.

Sanksi etik

Sementara itu, sanksi etik tengah disiapkan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk pegawai ASN/PNS yang diketahui terang-terangan tidak netral dalam pilkada dan memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan tertentu. Kasus terbaru, seperti diungkapkan Bawaslu, terjadi di Pilkada Kabupaten Pemalang oleh sekretaris daerahnya, Budhi Rahardjo, yang menarik tiga PNS dari Panitia Pengawas (Panwas) Pemalang.

Akibat penarikan ini menyebabkan anggaran operasional, termasuk gaji untuk panwas kabupaten, kecamatan, dan panitia pengawas lapangan (PPL) tak bisa dicairkan. Pasalnya, anggaran bisa cair jika ada tanda tangan kepala kesekretariatan dan bendahara dari unsur PNS, mengingat panwas yang merupakan lembaga ad hoc.

Ketua KASN Sofian Effendi mengungkapkan, saat ini KASN tengah memproses laporan dugaan pelanggaran Sekda Pemalang tersebut dengan mengumpulkan bukti-bukti yang ada. "Pekan ini akan dirapatkan untuk keputusannya," ujar Sofian.

Sofian melanjutkan, laporan terhadap dugaan pelanggaran oleh Sekda tersebut telah masuk ke KASN sejak dua pekan terakhir. Di mana, dilaporkan pemanggilan tiga PNS ini oleh Sekda dianggap sebagai upaya intervensi terhadap berjalannya pilkada di daerah tersebut.

"Jadi laporan yang masuk kemudian kroscek ke lapangan dan interview dari yang terlibat, berdasarkan itu kita lihat ini pelanggaran ringan, sedang, atau berat," ungkapnya. n c15 ed: muhammad hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement