Kamis 28 May 2015 15:00 WIB

Pakar Hukum Pidana UI, Akhyar Salmi: Ini Sudah Bikin Kacau Dunia Persilatan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

Pakar Hukum Pidana UI, Akhyar Salmi: Ini Sudah Bikin Kacau Dunia Persilatan

Bagaimana implikasi hukum dari putusan praperadilan terhadap Hadi Poernomo?

-Saya belum baca putusan lengkapnya. Baru dari pemberitaan media. Antara lain, di situ memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan. Ini selama ini yang menghentikan penyidikan siapa. KPK kan tidak ada penghentian penyidikan. Kalau tidak sah secara proses, itu membatalkan sprindiknya bukan penyidikannya. Dan itu juga tidak diminta oleh pemohon. Artinya ini ultrapetita.

Apa beda membatalkan sprindik dengan membatalkan penyidikan?

-    Beda. Itu dua hal yang berbeda. Praperadilan harusnya mengadili proses penetapan tersangkanya. Artinya, substansi perkara bukan di praperadilan tempatnya. Jika hakim membatalkan sprindik itu bisa. Tapi, KPK bisa memperbaiki prosedur yang kurang dan kemudian menerbitkan sprindik baru. Kalau membatalkan penyidikannya berarti itu sudah masuk substansi perkara, atau dengan kata lain kasusnya dibatalkan. Itu bukan wewenang praperadilan. Saya tidak mengatakan Pak Hadi melakukan korupsi. Tapi itu semua harus dibuktikan di pengadilan pokok perkara.

Bagaimana dengan pertimbangan hakim terkait penyelidik KPK yang menangani Hadi tidak sah karena tidak berasal dari Polri atau Kejaksaan Agung?

-    Ini sesuatu yang baru yang tidak ada yang dibuat sebelumnya. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa penyidik KPK boleh menentukan penyelidik dan penyidiknya sendiri. Di UU seperti itu.

Artinya putusan hakim tidak sesuai UU KPK?

-Menurut saya hakim (Haswandi) mengubah undang-undang. Hakim hanya boleh menginterpretasi undang-undang. Sementara penyelidik dan penyidik sendiri (dari KPK) itu jelas dan boleh dalam undang-undang. Yang berhak menyatakan benar tidaknya UU adalah hakim konstitusi, apakah sesuai UUD atau tidak. Bukan hakim pengadilan negeri.

Ada 371 perkara yang pernah ditangani KPK dengan penyelidik dan penyidik yang diangkat sendiri oleh KPK. Apa mungkin mereka akan menggugat dengan alasan yang sama?

-Kalau mereka mempermasalahkan tidak menutup kemungkinan. Bisa saja mereka PK (peninjauan kembali). Ini sudah mengacau dunia persilatan. Kalau itu terjadi, mondar-mondir saja kerjaan KPK. Pemberantasan korupsi tidak jalan. Ini bisa merupakan keputusan awan mendung dalam pemberantasan korupsi. Semakin sempit pemberantasan korupsi.

Apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan ini semua?

-Mahkamah Agung (MA) perlu memberikan petunjuk yang jelas. Karena selama ini MA terlihat membiarkan saja kebebasan hakim. MA bisa menerbitkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung), SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung).

Apa saran Anda untuk KPK?

-KPK harus banding. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement