Jumat 22 Jul 2016 15:00 WIB

Tawar Menawar NJOP dan Pasal Pesanan Raperda Reklamasi

Red:

Prasetyo: Yang masalah NJOP udah beres kan yang dua, tiga juta atau berapa itu?

Taufik: Hah?

Prasetyo: Pokoknya delapan jutaan lah sama totalnya sampai hitungan itu.

Prasetyo: Yah, si Toke (Aguan) maunya tiga juta aja tuh.

Taufik: NJOP? Benar nih mau tiga juta? Gua tiga jutaan, semua tiga juga.

Taufik: Sudah tiga juta kan kemaren gua bilang Merry (Merry Hotma, anggota DPRD)

Prasetyo: Nah, ya udah kalau tiga juta NJOP besok dihitung ya, yah.

Taufik: Karena besok kan dipanggil BPN, dipanggil DJP Perpajakan ya.

Prasetyo: Ya sudah, kalau suruh tiga juta, ya kita bikin tiga juta.

Suasana sidang mendadak hening saat jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK memutar rekaman percakapan telepon itu dalam sidang terdakwa perkara suap pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi pantai utara Jakarta, Ariesman Widjaja, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/7) malam. Rekaman itu mengungkap adanya perintah dari Aguan kepada politikus PDI Perjuangan dan Partai Gerindra itu untuk mengurangi nilai jual objek pajak (NJOP) lahan pulau reklamasi pantai utara Jakarta.

Aguan adalah bos Agung Sedayu Grup, Sugianto Kusuma. Sementara, suara percakapan telepon dua orang yang diperdengarkan dalam sidang adalah antara politikus PDIP, Prasetiyo Edi, dan politikus Partai Gerindra, Mohamad Taufik, dua pimpinan DPRD DKI Jakarta, yang kemarin dihadirkan oleh jaksa KPK sebagai saksi untuk terdakwa, mantan presiden direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

Berdasarkan rekaman yang diputar jaksa, terungkap bahwa Aguan yang tengah bersama Prasetyo menelepon Taufik dan secara bergantian membicarakan perihal permintaan nilai NJOP. Setelah diperdengarkan, Jaksa Ali Fikri mengonfirmasi isi pembicaraan telepon itu kepada Prasetiyo dan Taufik. Keduanya kompak membantah.

Dalam kesaksiannya di muka persidangan, Prasetyo mengakui kerap berkonsultasi dengan Aguan terkait proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Namun, ia justru berdalih tidak mengetahui perihal maksud permintaan NJOP yang diminta Aguan. "Saya kan lagi main ke rumah dia (Aguan), dia mau ngomong teknis, saya nggak tahu, makanya saya kasih saja ke Pak Taufik. Saya tidak mengerti teknisnya," ujar Prasetyo.

Ada juga percakapan telepon antara Aguan dan Taufik yang diputar jaksa KPK. Kali ini, permintaan besaran NJOP dari Aguan kepada Taufik sangat jelas terdengar.

Prasetyo: Nih lo ngomong ya ama Toke (Aguan).

Taufik: Siap.

Aguan: Fik (Taufik).

Taufik: Siap.

Aguan: Fik.

Taufik: Siap-siap.

Aguan: Kalau tiga juta itu, kalau kotor bersihnya udah 10 juta lah.

Taufik: Tiga juta jadi tiga juta?

Aguan: Tiga juta base. Kalau tidak juga?

Aguan: Kalau tiga juta itu bersihnya itu udah 10 juta ke atas lah.

Aguan: Karena tiga juta kan kotor itu gross.

Taufik: Iya ya, ya.

Aguan: Gitu loh cara hitungannya bagaimana kalau karena ini boleh pakai kan cuma 30 persen lebih.

Aguan: Betul tidak? Kalau tiga juta kalau itu udah 10 juta belum jalan, belum apa secara umum, betul gak?

Taufik: Siap-siap.

Aguan: Ya, titip baik.

Taufik: Iya-iya Pak ya ya.

Aguan: Iya, terima kasih

Senada dengan Prasetyo, Taufik pun membantah jawaban yang dia berikannya itu adalah menyanggupi permintaan Aguan. "Pak Aguan kan usul NJOP Rp 3juta-Rp 10 juta, tapi kan saya tidak tanggapi karena perda tidak mengatur NJOP," ujar Taufik. Jaksa pun kembali mencecar Taufik terkait jawabannya yang mengiyakan permintaan Aguan. Namun, ia berdalih, terkait kesanggupan yang terungkap dalam pembicaraan di sambungan telepon itu hanya bentuk penghormatan kepada Aguan.

"Saya hanya mendengarkan saja untuk penghormatan," kata Taufik.

Tak puas dengan jawaban Taufik dan Prasetyo, Jaksa pun kembali memutar rekaman percakapan telepon keduanya. Dalam rekaman ketiga ini, terungkap permintaan "pasal pesanan" dalam draf Raperda Reklamasi.

Prasetyo: Pasal yang diorder udah beres semua?

Taufik: Tinggal pasal sanksi aja udah, iya-iya kenapa lagi?

Prasetyo: Besok kelar.

Taufik: Apalagi Bro? Besok udah.

Prasetyo: Oh, gitu ya.

Taufik: Ada perintah lagi?

Prasetyo: Ya, nanti beresin.

Usai rekaman itu diputar, kali ini Taufik yang berdalih. Ia mengatakan, Prasetyo menelepon dirinya untuk meminta supaya izin prinsip tak dimasukkan dalam draf Raperda Reklamasi. "Pak Pras sampaikan 'kebijakan fraksi gue izin tidak boleh ada dulu, Raperda Tata Ruang dulu. Oke beres," ujar Taufik.

Sementara menurut Prasetyo, terkait order pasal yang dimaksud adalah bahwa ia mempertahankan poin-poin yang diatur adalah soal tata ruang dan bukan izin reklamasi. "Ya itu (sama seperti Pak Taufik), saya bilang kalau izin reklamasi bukan ranah kita, kita mengatur zonasi tata ruang. Saya suka bercanda dengan Pak Taufik, jadi bilang order ya becanda aja," ujar Prasetyo.    Oleh Fauziah Mursid, ed: Andri Saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement