Selasa 21 Jun 2016 13:00 WIB

Kursi SM3T Diperebutkan

Red:

JAKARTA -- Sebanyak 7.600 sarjana telah mendaftarkan diri untuk menjadi Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T). Mereka siap memperebutkan 3.000 kursi yang telah disediakan pemerintah.

"Yang 3.000 itu sedang kita perjuangkan," kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kemendikbud, Sumarna Surapranata kepada wartawan di Gedung D, Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta, Senin (20/6). Angka dua setengah lipat ini menandakan antusiasme anak muda untuk menjadi guru di daerah 3T sangat bagus.

Menurut pria yang biasa disapa Pranata ini, para SM3T nantinya akan ditugaskan di daerah 3T sekian waktu. Setelah itu, mereka akan menjalankan Pendidikan Profesi Guru selama setahun. Selanjutnya, mereka jelas akan mendapatkan kesempatan menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

"Mereka mendapatkan kesempatan jadi CPNS Guru Garis Depan (GGD) yang kuotanya sekitar 7.000 yang telah ditetapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB)," ungkap Pranata. Formasi ini nantinya akan disebar di 120 kabupten/kota di 28 provinsi. Sementara, sebelumnya sudah tersebar di 98 kabupaten/kota. Sejauh ini, pihaknya masih merancang untuk memasukkan kuota 7.000 ini di RAPBN tahun depan.

GGD, kata dia, berasal dari empat jenis guru. Empat hal itu, yakni lulusan SM3T, PPG berasrama, PPG berbasis sains dan kolaborasi.

 

Sulit kerja

Sementara itu, lulusan Perguruan Tinggi asal Provinsi NTB banyak yang berminat untuk bekerja di luar negeri. Tapi, masih terkendala, sebab masih banyak yang tidak mempunyai kemampuan berbahasa Inggris. Oleh karena itu, pelatihan kepada calon tenaga kerja patut didorong dan ditingkatkan.

"Banyak lulusan perguruan tinggi yang ingin bekerja ke luar negeri, tetapi terkendala masalah penguasaan bahasa asing. Padahal, permintaan tenaga kerja terampil dari luar negeri sangat besar," ujar Sekda Provinsi NTB Rosiady Sayuti, Senin (20/6).

Menurutnya, dengan pelatihan kepada calon tenaga kerja yang diberikan, diharapkan bisa efektif dalam mengatasi masalah bahasa. Sehingga, tidak menjadi batu sandungan bagi masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri.

Menurutnya, Pemprov NTB ke depan tidak hanya akan mengirim tenaga kerja non-skill yang menjadi pembantu rumah tangga. Tapi, juga dapat mengirim tenaga kerja terampil dengan pendidikan minimal D-3, baik di bidang kesehatan maupun di bidang lain.

"Pelatihan kepada calon tenaga kerja khususnya perempuan diharapkan wanita pekerja yang berkesempatan bekerja di luar negeri tidak lagi berpendidikan SD, tetapi menjadi wanita hebat, yaitu wanita yang berpendidikan minimal SMA atau SMK terlebih lagi D-3 atau sarjana," katanya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yambise mengatakan, di segala bidang perempuan dan laki-laki harus setara. "Ke depan, wanita Indonesia harus lebih berkualitas, sehingga tidak ada lagi pekerja wanita di luar negeri yang direndahkan," ungkapnya.

Oleh karena itu, menurutnya, penting memiliki keterampilan bahasa untuk bekerja di luar negeri, terutama bahasa Inggris. Selain bahasa, penting juga mempelajari budaya negara yang akan dituju.    rep: Wilda Fizriyani, Fauzi Ridwan, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement