Senin 30 May 2016 14:00 WIB

DPR Bersikeras Anggotanya tak Perlu Mundur Saat Pilkada

Red:

JAKARTA — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum menemukan kata sepakat terkait proses pembahasan revisi UU Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pilkada. Salah satunya mengenai adanya aturan soal keharusan mundurnya anggota legislatif, yaitu DPR, DPD, dan DPRD, jika maju ke dalam pemilihan kepala daerah.

Pemerintah berpegang kepada putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015, yang menyebutkan, anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai pasangan calon. Sementara, di sisi lain, DPR berpandangan, setiap warga negara Indonesia (WNI) memiliki hak untuk tetap mencalonkan diri, terutama dengan memperhatikan asas keadilan.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, setiap anggota legislatif yang ingin maju dalam kontestasi pilkada tidak perlu mengundurkan diri, tetapi cukup mengambil cuti. Pasalnya, keharusan mundurnya diri bagi anggota legislatif tersebut tidak diatur dalam UU MD3.

"Harusnya anggota legislatif boleh ikut pilkada dan mengambil cuti. Di dalam UU MD3 tidak ada keharusan. Berbeda dengan (anggota) TNI dan Polri, yang di dalam undang-undangnya disebutkan, tidak boleh (harus mengundurkan diri). Terlebih, ini politik, seharusnya boleh," ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

Fadli pun menambahkan, pencalonan anggota legislatif, yang berasal dari partai politik ke pilkada setempat merupakan salah satu sumber rekrutmen di dunia politik, selain dari birokrasi. Tidak hanya itu, Fadli juga menilai, putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 masih bisa direvisi ulang oleh DPR.

Fadli mengambil contoh saat adanya putusan MK yang mengatur soal sengketa pilkada harus ditangani oleh Mahkamah Agung. "Kemudian kami ubah lagi juga. Jadi, ternyata tidak final dan mengikat. Ternyata di dalam kenyataannya, MA tidak sanggup. Akhirnya dikembalikan lagi ke MK," ujarnya.

Ketua lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Fery Junaidi, menilai, revisi UU Nomor 8 tahun 2015 mengenai pilkada dilaksanakan hanya untuk memfasilitasi kepentingan anggota DPR.

"Revisi ini dibuat hanya untuk kepentingan anggota DPR demi melanggengkan jabatannya di parlemen," ujar Fery.

Hal tersebut dia sampaikan berkenaan dengan lamanya proses pengesahan revisi. Dia menduga akibat adanya tarik ulur pada poin yang membahas perlu atau tidaknya seorang anggota DPR mundur dari jabatannya jika mengikuti pilkada.

Fery pun mengaku bingung dengan proses yang lama dan tertutup pada revisi yang dilakukan Komisi II DPR itu. Padahal, seharusnya UU tersebut sudah disahkan pada bulan ini. Dengan molornya proses revisi tersebut, ujarnya melanjutkan, dipastikan tahapan pilkada 2017 akan terhambat dan dikhawatirkan bisa memicu masalah lainnya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, anggota DPR RI harus mundur dari jabatannya jika mencalonkan diri dalam pilkada. "Pencalonan anggota DPR apakah cukup cuti atau berhenti jadi hal yang krusial. Itu yang sekarang tidak selesai. Selesai atau tidak sebenarnya hanya soal kesepakatan mereka, tapi karena ada yang punya kepentingan maka jadi berlarut-larut," katanya.

Oleh sebab itu, JPPR bersikap tegas terhadap kondisi tersebut dan meminta Komisi II segera mengesahkan revisi UU Pilkada serta memutuskan agar anggota DPR yang ikut pilkada harus mundur dari jabatannya.   rep: Reja Irfa Widodo/antara, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement