Kamis 07 Jan 2016 13:00 WIB

Jurus Dewa Mabuk di Koalisi Merah Putih

Red:

Sejumlah pimpinan partai politik yang awalnya berperan oposisi tiba-tiba memberikan sinyal mendukung pemerintah. Adapun yang teranyar, kemarin (5/1) Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) memberikan sinyal mendukung pemerintah.

Ical masih tercatat sebagai ketua dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Koalisi ini berisi partai-partai yang berseberangan dengan Presiden Joko Widodo dan mendukung Prabowo Subianto dalam pilpres silam.

Menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, hal yang sama juga dijumpai pada kubu Djan Fariz di PPP. Namun, lanjut Ikrar, baik sikap Ical maupun Djan Fariz tak bisa dikatakan melepaskan peran oposisi.

Mendekatnya dua kubu itu ke pemerintah, kata Ikrar, justru menunjukkan keduanya seperti kehabisan akal. Kubu Ical seakan-akan berbelok mendukung pemerintahan hanya agar menkumham segera mengeluarkan SK yang mengakui kepengurusan Partai Golkar hasil munas Bali.

Sementara itu, dalam catatan Ikrar, kubu Djan Fariz menyatakan dukungan terhadap pemerintah sambil menegaskan posisi ambigu: PPP versinya tidak di KMP, namun juga tidak menyatakan diri bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

"Kemudian dia di mana? Di awang-awang? Dua-duanya itu, baik kubunya Djan Fariz maupun kubunya Aburizal Bakrie, kan seakan-akan mereka mendukung pemerintah," ujar Ikrar Nusa Bhakti saat dihubungi, Rabu (6/1).

Memasuki tahun 2016, menurut Ikrar, kedua kubu tersebut mempertontonkan "jurus dewa mabuk" dengan menerjang semua prinsip. Sebab, pada pertengahan tahun ini pendaftaran untuk pilkada serentak 2017 sudah mulai dibuka.

Bila dua kubu belum juga diakui kepengurusannya secara hukum, bisa dipastikan mereka akan menemui kendala.

Bagaimana dengan PKS, yang pada Desember 2015 lalu merapat ke Istana? Ikrar memandang, langkah PKS membuktikan bahwa KMP tak mempunyai agenda oposisi yang jelas.

Ikrar lantas membandingkan KMP dengan Sekretariat Gabungan (Setgab) di masa Presiden SBY silam. KMP dinilainya jauh berbeda dengan Setgab yang memiliki agenda jelas sebagai tempat konsolidasi partai politik. Misalnya, ada kantor serta mempunyai pertemuan rutin antarelite partai-partai anggota koalisi, bukan pertemuan bilamana terjadi masalah saja.

Karena itulah, Ikrar menengarai, antara lain PKS lebih memilih menyeberang ke dekat Presiden Jokowi. Lebih jauh, Ikrar menduga, PKS ingin memantapkan posisi dan citranya di pemilihan presiden (pilpres) 2019 nanti. Manuver tersebut juga sejalan dengan nostalgia sebelum Joko Widodo menduduki kursi RI-1.

"PKS sepertinya ingin membangun kembali hubungan dengan Jokowi. Dulu kan PKS jadi pendukung Jokowi, waktu (Presiden Jokowi) masih (wali kota) di Solo, pada termin yang kedua itu," ujar Ikrar.

Hanya Partai Gerindra yang dapat dikatakan mantap mendiami KMP. Sebab, Partai Amanat Nasional (PAN) sudah jelas melenggang ke kubu Istana. Tetapi, apakah Gerindra lantas sendirian? Ikrar menjawab belum tentu. "Belum juga. Kalau dibilang Gerindra kini sendiri, belum begitu sepenuhnya."

Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro, mengatakan, merupakan hal wajar jika KMP mulai mempertimbangkan untuk merapat ke pemerintahan. Sejak awal terbentuk, koalisi tidak terjamin akan berjalan permanen.

"Pilpers 2004, 2009, dan 2014 juga sudah kelihatan, banyak yang bermain di tikungan," kata peneliti senior di LIPI ini saat dihubungi.

Ia juga sudah dapat menduga sejak awal bahwa koalisi yang terbentuk menjelang pilpres 2014 tidak akan dalam keadaan tetap selamanya. Karena, koalisi dibentuk berlandaskan kepentingan sehingga menjadi wajar sifatnya berubah-ubah.

Zuhro mencontohkan dengan kondisi pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono yang dalam segala kesempatan mencoba menarik Gerindra dan PDIP masuk dalam pemerintahan. Maka, ia menilai wajar jika Presiden Joko Widodo juga membuka pintu lebar-lebar untuk partai-partai pihak oposisi yang ingin merapat.

Meski santer beredar Gerindra akan tertinggal sendirian di KMP, Zuhro menegaskan, belum seluruh partai terbaca menuju arah sana. Golkar dan PPP sebagai partai yang sedang menghadapi pertarungan internal sangat rentan merapat ke pemerintah.

Sekretaris Harian Koalisi Merah Putih (KMP) DPR RI Fahri Hamzah mengemukakan, 2016 merupakan tahun ujian bagi koalisi tersebut. "Sejak awal, cukup banyak yang ragu apakah KMP bisa bertahan lama," katanya dalam pernyataan yang disampaikan kepada pers di Jakarta, Jumat, sebagai refleksi akhir tahun 2016.

Sejak dideklarasikan sebelum pemilihan presiden (pilpres) 2014, menurut dia, sinisme berkata, "Kalau Prabowo menang, KMP bertahan. Tapi, kalau Prabowo kalah, KMP habis." "Alhamdulillah setahun setelah KMP menguasai DPR dan MPR koalisi masih bertahan, tetapi akhir 2015 lalu KMP menunjukkan gejala melemah," katanya. n c27/antara ed: erdy nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement