Rabu 02 Dec 2015 12:00 WIB

Pilkada Terancam tak Sempurna

Red:

JAKARTA-- Satu pekan menjelang hari pemungutan suara, persoalan anggaran masih membelit penyelenggaraan pilkada di 13 daerah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) khawatir persoalan anggaran dapat menggagalkan keserentakan pilkada 9 Desember mendatang.

"Yang ini (persoalan anggaran) memang kami punya cukup kekhawatiran karena masih ada daerah-daerah, sampai posisi kemarin, 13 daerah belum turun," ujar Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay, di Media Center KPU, Jakarta, Selasa (1/12).

Menurut Hadar, jumlah tersebut sudah berkurang setelah sebelumnya KPU mengungkap ada 23 daerah yang masih bermasalah dengan anggaran. Ia mengatakan, daerah yang bermasalah anggarannya rata-rata masih di bawah 50 persen.

Persoalan tersebut tentu berpengaruh langsung dengan penyelenggaraan pilkada di daerahnya meskipun proses produksi logistik di daerah tersebut sudah dilakukan. "Kalau produksi sudah semua, mungkin lebih ke proses melunasi uang yang sudah dikeluarkan. Untuk kegiatan selanjutnya mungkin untuk bayar honor, kirim surat suara ke daerah pelosok yang biayanya mahal itu," ujarnya.

Ia mencontohkan, kekurangan anggaran terbesar dialami oleh KPU Yahukimo yang besarannya mencapai Rp 42 miliar. Hal ini juga yang kemudian mengakibatkan penyelenggara tingkat kecamatan dan desa sempat menyegel kantor KPUD Yahukimo lantaran honor belum dibayar.

Oleh karena itu, ia berharap koordinasi KPU dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beserta daerah yang bermasalah anggaran dapat menemukan solusi terbaik agar pilkada di daerah tersebut bisa berjalan lancar. "Ini memang situasi yang menyulitkan kami dalam bekerja. Kami berharap pertemuan hari ini yang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Mendagri, bisa memberi kejelasan," ungkap Hadar.

Sementara itu, anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Abdul Aziz Kafia, menyatakan masih banyak masalah yang belum terselesaikan. "Pertama dari sisi keamanan, aparatur keamanan sekarang tidak lagi terkonsentrasi, tetapi terpecah-pecah," kata Aziz.

Dia menjelaskan, potensi kerawanan dalam proses pengamanan saat pilkada berlangsung begitu kuat. Jika pada pilkada sebelumnya petugas keamanan bisa berfokus mengamankan suatu daerah, pada pilkada kali ini petugas keamanan akan terbagi-bagi.

Belum lagi proses pengenalan kepada calon kepala daerah yang akan dipilih begitu singkat. Anggota dewan perwakilan DKI Jakarta ini mengatakan, jangka waktu antara proses sosialisasi dan pemilihan sangat tidak mencukupi, terlebih lagi dengan adanya pembatasan alat peraga. "Makanya kalau kata orang kok sepi, agak kurang syiar karena memang ada pembatasan alat peraga," kata Aziz.

Hal lain yang perlu diperhatikan, menurut Aziz, adalah mentalitas dari calon kepada daerah. Ketika pilkada belum berlangsung, perseteruan antarcalon belum dapat terlihat. Namun, ketika pilkada sudah berlangsung, antara calon yang menang dan kalah sangat mungkin akan bertarung di Mahkamah Konstitusi. "Menurut saya ini sudah telanjur, untuk mencermati tugas agar tidak mengacau disintegrasi kita," ujar Aziz.n c27 ed:muhammad hafil

***

Anggaran 13 Daerah yang Bermasalah

1. Pematang Siantar (Sumatra Utara)

2. Indragiri Hulu (Riau)

3. Rokan Hulu (Riau)

4. Natuna (Kepulauan Riau)

5. Bintan (Jambi)

6. Tanjung Jabung Barat (Jambi)

7. Way Kanan (Lampung)

8. Musirawas Utara (Sumatra Selatan)

9. Pekalongan (Jawa Tengah)

10. Banjar (Kalimantan Selatan)

11. Yahukimo (Papua)

12. Kabupaten Kolaka Timur (Sulawesi Tenggara)

13. Bontang (Kalimantan Timur).

Sumber: KPU

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement