Jumat 25 Sep 2015 12:00 WIB
Pasal Kretek

PPP dan PKS Tolak Ayat Kretek

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR tidak satu suara terhadap pencantuman ayat kretek dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan. Meski pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya menyebutkan semua fraksi legawa, Fraksi PKS dan PPP menegaskan penolakannya terhadap ayat di Pasal 37 tersebut.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PPP, Arsul Sani, menegaskan pihaknya siap menjegal pasal yang menyatakan kretek sebagai warisan budaya Indonesia. "PPP tidak setuju (adanya pasal kretek)," kata Arsul Sani kepada Republika, Rabu (23/9).

Draf RUU Kebudayaan sudah disahkan di Baleg awal pekan lalu. Draf ini merupakan usulan dari Komisi X DPR RI. Dalam draf yang sudah disetujui ketika harmonisasi tersebut, muncul ayat di pasal warisan budaya, yaitu kretek sebagai warisan cagar budaya nasional.

Klaim Baleg menyebut seluruh fraksi tidak menolak draf RUU ini. Pekan depan draf RUU ini akan disahkan di rapat paripurna DPR. PPP juga menyetujui draf RUU ini saat harmonisasi di Baleg DPR. Arsul menegaskan, proses di Baleg hanyalah harmonisasi. "Posisi PPP akan disampaikan pada saat pembahasan substansi UU," kata dia menegaskan.

Juru bicara Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengaku terkejut atas pencantuman ayat kretek tersebut. Dia mengungkapkan, sebelumnya tidak ada ayat kretek dalam RUU Kebudayaan. Menurutnya, ada pihak yang mengusulkan revisi tanpa sepengetahuan anggota Baleg dari PKS.

Dia mengakui terdapat dua Fraksi PKS, Tifatul Sembiring dan Almuzammil Yusuf, sebagai anggota Baleg. "Bagaimana Pak Tif dan tim di Baleg saya harus mengecek dulu," ujarnya. Mardani menegaskan bahwa pencantuman ayat kretek bertentangan dengan semangat Indonesia yang sehat dan cerdas. Dia pun mengungkapkan, fraksinya akan menentukan sikap saat RUU Kebudayaan akan disahkan menjadi RUU inisiatif DPR di rapat paripurna pada Senin pekan depan. "Dan kemungkinan besar sikap kita menolak," katanya menegaskan.

Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sudibyo Markus mengatakan kretek bukan merupakan warisan budaya Indonesia. Dia menegaskan, tembakau sebagai bahan baku utama adalah zat adiktif yang berbahaya.

"Kretek tidak layak dilestarikan karena hanya akan menimbulkan kerusakan pada generasi muda bangsa," kata Sudibyo Markus melalui surat elektronik yang diterima di Jakarta.

Tembakau juga bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Menurutnya, tanaman itu semula dibudidayakan oleh bangsa Indian di Amerika dan Amerika Latin, lalu diperkenalkan oleh bangsa Belanda yang menjajah Indonesia. Di Indonesia, tembakau bahkan memiliki sejarah kelam karena merupakan komoditas tanam paksa atau "culture stelsel" yang diberlakukan Gubernur Jenderal Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) Van den Bosch pada 1830.

Pemaksaan kretek dimasukkan sebagai warisan budaya juga bertentangan dengan UU No 17/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. "Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan," ujarnya.

Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo sebelumnya disebut-sebut sebagai inisiator masuknya ayat kretek dalam RUU Kebudayaan. Hanya, Firman menyanggahnya. Dia pun mengungkapkan bahwa koleganya di Golkar, Muhammad Misbakhun, menjadi inisiator ayat itu.

Saat dikonfirmasi, Misbakhun juga menyanggah. "Itu dibahas bersama di Badan Legislasi. Saya bukan anggota Panja Penyusunan RUU Kebudayaan," katanya. Meski demikian, anggota Komisi X itu mengungkapkan bahwa kretek menjadi warisan budaya nasional merupakan aspirasi dari kelompok masyarakat. Menurut dia, aspirasi itu berasal dari berbagai daerah.

Dia menjelaskan, mereka menggantungkan kehidupan ekonomi dan penghasilan dari hasil tembakau. Kelompok ini mengusulkan agar DPR memfasilitasi masuknya kretek sebagai warisan budaya nasional.

Menurutnya, kelompok ini memberikan argumentasi melalui aspek sejarah dan ekonomi. Sebab, kretek merupakan produk khas yang dimiliki oleh Indonesia. Seluruh bahan tembakau lokal yang dicampur dengan bahan tambahan yang ada di Indonesia menghasilkan rokok dengan aroma spesifik khas Indonesia.

Misbakhun meminta pasal ini tidak ditabrakkan dengan regulasi kesehatan soal tembakau. "Terkait dengan regulasi TAR dan sebagainya itu masalah pengaturan regulasi terkait kesehatan, jangan ditabrakkan dengan aturan-aturan tersebut," katanya. n ed: a syalaby ichsan 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement