Selasa 07 Jul 2015 14:00 WIB

Jokowi Diminta Optimalkan Pembantunya

Red:

JAKARTA -- Presiden Jokowi kembali disorot setelah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT). Jokowi meminta Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk merevisinya.

Penganuliran produk hukum pemerintah itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya, Jokowi juga pernah membatalkan perpres tentang uang muka pembayaran pembelian kendaraan untuk pejabat negara.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, kekeliruan yang kembali dilakukan oleh Jokowi tersebut karena orang-orang yang berada di sekitar Jokowi tidak berkualitas. "Pak Jokowi harusnya didukung satu kelompok orang yang luar biasa atau hebat," kata Fahri, di gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7).

Fahri membandingkan pemerintahan Jokowi dengan masa pemerintahan presiden kedua, Soeharto. Menurut dia, orang-orang yang ada di sekeliling Soeharto kala itu lebih dapat dipercaya dibanding yang ada di sekitar Jokowi. Ia menilai kekuasaan Soeharto selama 32 tahun bukan hanya bermodal kekerasan.

"Di sekitar dia ada jagoan, di setneg ada Moerdiono, seluruhnya di tangan beliau tidak ada satu kesalahan pun. Kalau Pak Harto akan melakukan teken, semua sudah disiapkan secara sistematis dan luar biasa. Dia melakukan sosialisasi, kesiapan risiko, dan menyiapkan dokumen, checking system yang baik," jelasnya.

Politikus PKS itu mengatakan, Jokowi harus didampingi oleh para pembantu berkelas yang mengerti efek ujung suatu keputusan. Sayangnya, ia menyebutkan, pada masa pemerintahan Jokowi saat ini tidak ada orang-orang yang kualitasnya sama seperti pada masa Soeharto.

"Di Pak Jokowi tidak ada kelas begitu, kelasnya lepas tangan. Orang lain boleh melakukan kesalahan, presiden tidak boleh. Kalau pun toh kesalahan, tapi mesti berkelas juga, jangan karena enggak baca, salah ketik, dan lainnya. Itu menunjukkan kualitas lembaga," kata Fahri. "Saya kira mungkin kalau Pak Jokowi punya kesempatan nyari orang terbaik itu ada, cuma mau diakomodasi atau tidak," ujarnya lagi.

Pengamat politik Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, wibawa Presiden Jokowi akan dipertaruhkan bila orang nomor satu di Indonesia itu berkali-kali merevisi peraturan sendiri.

Dia mengatakan, Presiden Jokowi perlu mengonsolidasikan para pembantunya agar benar-benar memahami kondisi riil masyarakat. Ini agar dampak sebuah kebijakan dapat diantisipasi sebelum disahkan serta tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Tentu, menurut Burhanuddin, hal ini lebih dari sekadar membaca sebuah draf sebelum menandatanganinya. "Jokowi perlu menginjak pedal gas utk mempercepat pembangunan. Tapi, pedal rem juga tak boleh dilupakan," kata dia.

Sementara itu, anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, membantah Jokowi kembali melakukan blunder setelah memerintahkan Menteri Tenaga Kerja merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jaminan Hari Tua (JHT). Dia menegaskan, pemerintah tak membuat kesalahan administrasi yang mengakibatkan PP tersebut harus direvisi.

PP JHT, Teten menjelaskan, sudah sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Namun, meski sudah sesuai, ternyata pekerja menolak mengikuti PP tersebut karena ada ketentuan waktu 10 tahun kepesertaan untuk bisa mendapat dana jaminan hari tua.

Presiden Jokowi, lanjut Teten, langsung merespons keberatan pekerja dengan meminta pejabat terkait merevisi PP JHT. Dengan begitu, akan ada pengecualian bagi pekerja yang terkena PHK agar bisa langsung mendapat dana jaminan hari tua mereka.

"Cara pembuatan PP kalau ditarik ke undang-undang tidak ada yang keliru. Sekarang kan buruh tidak mau menerapkan itu, ya Presiden minta dicari celah untuk bisa mengakomodasi tuntutan buruh itu," katanya.

Proses pembahasan PP soal Jaminan Hari Tua tersebut dilakukan Jokowi dengan pejabat terkait di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Menurut Teten, saat itu hanya dibahas poin-poin yang berkaitan dengan undang-undang. Sementara, dalam Undang-Undang SJSN tidak diatur ketentuan bagi pekerja yang di-PHK. n c14 ed: muhammad hafil

***

INFOGRAFIS

Daftar Blunder Jokowi

**Kebijakan

*Perpres Mobil Dinas

- Perpres No 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Kendaraan Bagi Pejabat menuai kritikan. Jokowi mengaku tidak selalu memeriksa sejumlah perpres sebelum ditandatangani. Perpres itu akhirnya dibatalkan pada pertengahan April 2015.

- PP JHT BPJS Ketenagakerjaan

Pada awal Juli 2015, peraturan pemerintah tentang jaminan hari tua (PP JHT) BPJS Ketenagakerjaan diprotes kalangan pekerja. Akhirnya, Jokowi memerintahkan Menaker Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut.

- Plt Kapolri

Penundaan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri dan pengangkatan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt kapolri awal 2015 dianggap melanggar UU Polri. Istana akhirnya meralat bahwa Badrodin tetap wakapolri, bukan Plt kapolri.

**Pernyataan:

- Kelahiran Bung Karno

Pada awal Juni 2015, Jokowi menyebut kelahiran Bung Karno di Blitar, bukan di Surabaya. Ketua Tim Komunikasi Publik Presiden Sukardi Rinakit yang membuat naskah pidato mengaku sebagai pihak yang bertanggung jawab atas insiden Blitar itu.

- Utang IMF

Jokowi menyatakan, Indonesia masih berutang kepada IMF pada April 2015. Pernyataan itu dibantah Menkeu Bambang Brodjonegoro. Bahkan, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelaskan bahwa utang sudah lunas.

- Salah Sebut

Sebulan setelah menjabat presiden, Jokowi melakukan blusukan. Dia mengunjungi Kabupaten Sidenreng Rappang dan Makassar. Kedua daerah itu terletak di Sulawesi Selatan. Ternyata, Jokowi menyebutnya di Sulawesi Utara.

Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement