Kamis 28 May 2015 15:00 WIB

Revisi tak Masuk Paripurna

Red:

JAKARTA -- Revisi terbatas Undang-Undang (UU) No 8/2015 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) sudah diusulkan 26 anggota DPR. Hanya, dinamika antarfraksi di internal DPR diprediksi membuat realisasi revisi terganjal. Penyebabnya, sepuluh fraksi di DPR belum kompak apakah akan melanjutkan pembahasan revisi tersebut ke tingkat paripurna.

Anggota Baleg Yandri Susanto mengatakan, dalam agenda sidang paripurna nanti, tidak ada agenda pembahasan atas usulan revisi UU Pilkada. Kalaupun ada interupsi dari anggota untuk dilakukan pembahasan revisi, tidak serta merta dapat dilakukan di sidang paripurna. Harus dibawa ke Baleg terlebih dahulu.

"Sampai saat ini, belum ada agenda revisi UU Pilkada di rapat paripurna besok," kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/5). Yandri menambahkan, pembahasan revisi UU Pilkada memerlukan lobi yang lebih intensif antarfraksi. Selain itu, DPR masih membutuhkan persetujuan dari pemerintah untuk melanjutkan pembahasan revisi. Padahal, pemerintah menyatakan untuk menolak revisi UU Pilkada.

Yandri menjelaskan, dalam sistem pemerintahan Indonesia, pembahasan atau pembuatan UU harus dilakukan antara DPR dengan pemerintah. Artinya, posisi DPR dan pemerintah sama. Menurut Sekretaris Fraksi PAN ini, kalau di DPR sudah kompak untuk melakukan revisi UU Pilkada, tidak akan dipandang sebagai usulan perorangan, tapi institusi. Namun, tahap selanjutnya tetap membutuhkan persetujuan pemerintah agar pembahasan revisi dapat dilakukan. Oleh karena itu, revisi diprediksi mandek. "Ini namanya bertepuk sebelah tangan," tegas dia.

Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo menjelaskan, draf revisi belum diharmonisasi di Baleg. "Sudah diajukan ke pimpinan DPR, tapi belum diturunkan ke Baleg, kita tunggu saja, kalau sudah di Baleg akan dirapatkan dengan pemerintah," katanya, kemarin. Menurutnya, kalau ada anggapan revisi UU Pilkada ini tidak akan selesai pada masa sidang IV ini tidak benar. Kalau revisi sifatnya terbatas, bisa saja dilakukan di masa sidang IV dalam waktu yang singkat. Namun, ini membutuhkan komitmen semua pihak atau seluruh fraksi dan pemerintah.

Firman membandingkan dengan revisi UU MD3 yang terjadi, beberapa waktu lalu. Dalam waktu sangat singkat revisi UU MD3 dapat dilakukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan fraksi-fraksi pendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) duduk di pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

Sedangkan, untuk revisi UU Pilkada ini menyangkut kepentingan pelaksanaan pilkada serentak akhir tahun nanti. "Politik itu penuh kemungkinan, serbadinamis, bisa saja revisi terjadi," imbuh dia. n ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement