Kamis 29 Jan 2015 13:00 WIB

KPU Pasrah Soal Sistem Paket

Red:

JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum (KPU) tampak pasrah terhadap rencana Komisi II DPR yang akan mengganti skema pencalonan UU Pilkada. Penyelenggara pemilu tersebut menyatakan, KPU siap dengan apa pun hasil akhir dari perubahan.

Termasuk jika DPR memutuskan untuk kembali ke sistem paket pasangan calon kepala daerah. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkyansyah mengatakan, lembaganya tak punya kewenangan memilih sistem dalam pemilihan. "Soal paket atau nonpaket, itu kewenangan DPR sebagai pembuat undang-undang," kata Ferry, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (28/1).

Komisi II berencana mengubah aturan berpasangan calon kepala daerah dalam pelaksanaan pilkada. Menurut UU Pilkada, pemilihan kepala daerah dilakukan hanya untuk memilih gubernur atau bupati. Tapi, tidak sekaligus dengan wakilnya.

Aturan tersebut, semula akan diterapkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini. Namun, beberapa fraksi di Komisi II meminta agar sistem berpasangan tersebut diubah. Yaitu, dengan mengembalikan ke aturan awal bahwa pilkada dilaksanakan juga untuk memilih wakil kepala daerah.

Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman mengatakan, alasan kuat mengubah paket pimpinan kepala daerah tersebut, agar selaras dengan pemilihan presiden. Dikatakan dia, pemilihan presiden, sekaligus untuk memilih wakil presiden.

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) belum memastikan sikap fraksi terhadap sistem paket dalam revisi UU Pilkada 2014. Anggota Komisi II dari FPAN Sukiman mengatakan, partainya perlu waktu untuk menyerap masukan dari pimpinan-pimpinan partai di daerah.

"Fraksi (PAN), masih menginventaris manfaat dan mudaratnya dari paket atau nonpaket ini," kata dia, saat dihubungi, Rabu (28/1). Meski begitu, Sukiman punya pandangan pribadi. Kata dia, sistem paket lebih bermanfaat ketimbang memilih hanya kepala daerah saja.

Dengan memilih pasangan kepala daerah, pemerintah daerah bisa lebih aspiratif bagi masyarakat. Menurutnya, pemerintahan di daerah akan tak pincang meski kepala daerah berhalangan atau tak lagi bisa menjalankan fungsinya.

Menurut dia, ketakutan perumus dalam UU Pilkada 2014 soal potensi terjadinya rebutan kekuasaan di daerah antara kepala daerah dan wakilnya, sebenarnya disebabkan interaksi politik yang tidak berjalan. "Karena politik itu kan juga dinamis. Bisa saja berubah-ubah," ujar dia. rep: Bambang Noroyono ed: A Syalaby Ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement