Senin 29 Dec 2014 12:00 WIB

Jokowi Janjikan Dialog di Papua

Red:

JAYAPURA -- Presiden Joko Widodo (Jokoi) mengatakan, pemerintah akan menggunakan pendekatan lain di Papua.  Ia menjanjikan adanya proses dialog antara pusat dan Papua terkait berbagai persoalan yang membelit wilayah tersebut.

"Saya melihat rakyat Papua tidak hanya butuh pelayanan kesehatan, tidak hanya butuh pelayanan pendidikan, tidak hanya pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan saja. Tapi, juga butuh didengar dan diajak bicara," kata Presiden Jokowi pada perayaan Natal nasional di Lapangan Mandala, Kota Jayapura, Sabtu (28/12) malam.

Lebih lanjut, ia mengatakan, kekerasan dan konflik yang marak terjadi di Papua juga harus disudahi. "Kita akhiri konflik. Jangan ada kekerasan, marilah kita bersatu. Yang masih di dalam hutan, yang masih di atas gunung-gunung, marilah kita bersama-sama membangun Papua sebagai tanah yang damai," lanjutnya.

Setelah dituntut sejumlah pihak, Jokowi juga akhirnya mengeluarkan komentar terkait penembakan yang menewaskan lima warga sipil di Enarotali, Paniai, Papua, awal bulan lalu. Menurutnya, kasus tersebut harus diselesaikan selekasnya dan jadi momentum perdamaian di Papua.

Presiden menegaskan, dialog adalah jalan terbaik menyelesaikan persoalan-persoalan di Papua. "Semua harus mau dialog, berbicara dengan masyarakat. Karena, dengan berbicara itulah kita bisa tahu betul akar masalahnya itu apa. Tetapi, saya meyakini, dengan sebuah dialog syukur bisa pendek, persoalan itu bisa selesai," kata Presiden.

Papua termasuk salah satu daerah paling rawan di Indonesia. Masih aktifnya gerakan separatis bersenjata di daerah itu dan penerjunan pasukan militer besar-besaran kerap menjadi pemicu kekerasan. Proses dialog di Papua beberapa kali diusulkan, tapi belum pernah dilaksanakan karena dinilai memfasilitasi kepentingan gerakan separatis.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif LSM Imparsial Poengky Indarti mendesak Presiden Jokowi segera mempersiapkan dialog damai guna mengurai permasalahan yang membelit Papua. Terlebih, berdasarkan penelitian yang dipublikasikan organisasinya pada 2012, di Papua telah terjadi sekuritisasi TNI yang berlebihan sehingga berdampak pada terjadinya pelanggaran HAM di Papua.

Menurutnya, penyelesaian kasus Papua harus dilakukan dengan hati, bukan dengan cara-cara kekerasan. "Upaya ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat Papua sejak dulu karena pemerintahan-pemerintahan sebelumnya masih saja mengedepankan kekerasan bersenjata dalam menangani konflik di Papua," kata Poengky.

Pemekaran batal

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo menyatakan, pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota di Papua yang sempat ia wacanakan ditunda. Ia tak bisa memastikan kapan rencana yang mendapat tentangan sejumlah pihak di Papua tersebut dilanjutkan. "Karena, setelah saya kalkulasi, pemekaran itu bukan jalan keluar untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," katanya.

Kemendagri, lanjut Tjahjo, telah mencermati kinerja otsus sejak 2013 secara sistemik, komprehensif, dan partisipatif. Pemerintah pusat juga mengamati kinerja pemerintah daerah dan masyarakat Papua serta mengikuti dinamika perkembangan di kedua provinsi tersebut.

Terdapat beberapa rekomendasi yang akan dijalankan pemerintah pusat mulai tahun depan. Di antaranya, Tjahjo mengatakan, terkait regulasi dan pemberdayaan kelembagaan pemerintah daerah. Evaluasi otsus, ujar Tjahjo, juga penting dilakukan untuk mengukur tingkat pencapaian pelaksanaan otsus.

Tjahjo mengakui, selama ini memang terdapat dilema dalam tata hubungan pemerintah pusat dan Papua. Banyak kebijakan pusat yang dinilai kurang tepat dengan kebutuhan sektoral masayarakat Papua dan Papua Barat.

Perbaikan hubungan pusat dan Papua, menurutnya, juga harus menjadi prioritas. Dengan begitu, tidak ada lagi kecurigaan terselubung dalam pembangunan Papua dan Papua Barat. n antara/ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement