Selasa 09 Sep 2014 12:00 WIB

Pusat Bisa Batalkan Qanun

Red:

JAKARTA -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengatakan, qanun jinayah atau hukum pidana syariah Islam yang disepakati DPRA Aceh bisa saja dibatalkan Kemendagri. Hal itu ia sampaikan terkait usulan penerapan qanun jinayah terhadap non-Muslim.

"Kalau sudah dievaluasi wajib direvisi, kalau enggak mau (direvisi) bisa kami batalkan. Kalau bertentagan dengan UU atau peraturan yang lebih tinggi dan mengganggu kepentingan masyarakat bisa saja dibatalkan oleh kami," kata Djohermansyah di kantor kemendagri, Jakarta, Senin (8/9). Evaluasi Kemendagri terhadap rancanagan qanun tersebut, menurut Djohermansyah, tidak meloloskan beberapa aturan.

Namun, kemendagri belum menerima draf rancangan terakhir dari qanun jinayah. Jika ada pasal-pasal yang disepakati DPRA, tapi bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) akan dibatalkan Kemendagri. "Kalau bertentangan dengan UU yang lebih tinggi dan kepentingan umum, termasuk melanggar HAM. Itu nanti akan kami batalkan," ujarnya.

DPRA Aceh mengusulkan penerapan qanun jinayah diberlakukan untuk non-Muslim yang bermukim di Nanggroe Aceh Darussalam. Usulan tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (DPRU) antara Komisi G DPRA dengan elemen masyarakat di Banda Aceh, Sabtu (6/9).

Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 sudah disepakati DPRA, tapi pengesahannya menunggu persetujuan Pemprov Aceh. Dalam Pasal 5 regulasi itu, qanun dinyatakan berlaku untuk semua orang di Aceh.

Anggota tim ahli Komisi G DPRA Prof Alyasa Abubakar menyatakan, dalam situasi tertentu hal itu berarti meliputi juga warga Aceh yang non-Muslim. Sepanjang pelaksanaannya selama ini, qanun-qanun terkait syariat Islam di Aceh hanya diberlakukan bagi Muslim di wilayah itu.

Artinya, warga non-Muslim yang melakukan pelanggaran syariat Islam yang diatur dalam qanun jinayah akan mendapat hukuman sesuai diatur dalam peraturan tersebut.

Dalam Raqan Hukum Jinayah Pasal 3 ayat 1 disebutkan, qanun tersebut mengatur tentang pelaku jarimah, jarimah atau uqubat (hukuman yang dapt dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah). Pada ayat 2 dijelaskan, yang termasuk jarimah meliputi khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (perbuatan tersembunyi antara dua orang  berlainan jenis yang bukan mahram), ikhtilath (bermesraan antara dua orang berlainan jenis yang bukan suami istri), zina, pelecahan seksual, dan pemerkosaan.

Selanjutnya, qadzaf (menuduh orang melakukan zina tanpa dapat mengajukan paling kurang empat saksi), liwath (homo seksual), dan musahaqah (lesbian).

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, qanun merupakan subsistem dari sistem nasional. Qanun merupakan peraturan daerah yang tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Namun, UUD 1945 juga mengatur tentang keistimewaan untuk beberapa daerah tertentu. Negara harus menghormati satuan pemerintah yang bersifat khusus dan istimewa, seperti pemerintah daerah Aceh dan DIY Yogyakarta.

"Tetapi, ketika bicara penerapan syariat Islam kita harus paham itu diperdakan. Tidak boleh bertentangan dengan institusi secara umum," ujar Refly.

Penerapan qanun terhadap non-Muslim terungkap dalam rapat dengar pendapat di DPRA, Sabtu (6/9). Alyasa Abubakar menyatakan, penerapan qanun adalah amanat Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

Ia mengatakan, penerapan qanun terhadap non-Muslim tak mutlak. "Mereka bisa memilih menggunakan hukum nasional atau menundukkan diri terhadap qanun," kata Alyasa kepada Republika, kemarin. Kendati demikian, ada jika tak ada hukum nasional yang mengatur tindak kejahatan tertentu yang dicantumkan dalam qanun, non-Muslim memang mau tak mau harus tunduk pada regulasi yang diatur dalam qanun. rep:ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Penerapan Qanun

Pasal 5

Qanun Aceh ini berlaku untuk lembaga penegak hukum dan setiap orang yang berada di Aceh.

Pasal 94 ayat (1)   

Jarimah yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama yang di antaranya beragama bukan Islam, pelaku yang beragama bukan Islam dapat memilih dan menundukkan diri pada qanun ini, diperiksa dan diadili Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota.

Pasal 94 ayat (2)

Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku Jarimah yang tunduk kepada peradilan umum tidak menundukkan diri pada qanun ini maka dia diperiksa dan diadili di Peradilan Umum.

Pasal 94 ayat (3)   

Jika perbuatan Jarimah yang dilakukan oleh pelaku yang tunduk pada peradilan umum bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP atau Ketentuan Pidana di luar KUHP maka pelaku Jarimah tetap diadili di Mahkamah Syariah Kabupaten/Kota.

Sumber: Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Jinayah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement