Rabu 04 Jan 2017 17:15 WIB

Dinasti Politik yang Masih Dipersoalkan

Red:

Secara aturan konstitusi, tak ada yang melarang praktik dinasti politik atau kekuasaan yang diisi oleh orang-orang yang memiliki ikatan darah dan kekerabatan selama proses terpilihnya melalui cara-cara demokratis. Meskipun begitu, para pegiat demokrasi dan antikorupsi masih alergi terhadap dinasti politik yang terjadi pada pemerintahan daerah di Tanah Air.

Hal tersebut karena masih banyaknya kejadian pejabat yang melakukan korupsi memiliki sangkut paut dengan dinasti politik. Pada Desember 2016 saja, setidaknya ada dua kejadian tangkap tangan oleh KPK yang mana pelakukanya adalah bagian dari dinasti politik. Pertama adalah Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija, dan suaminya, Itoch Tochija, yang ditangkap. Pasangan suami istri itu dijerat dalam kasus dugaan suap pemulusan ijon proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi.

Bagi Ketua KPK Agus Rahardjo, kasus ini menjadi bukti bahwa politik dinasti di daerah masih kuat. Sebab, Itoch diketahui merupakan wali kota Cimahi dua periode, yakni 2002-2007 dan 2007-2012. Kekuasaan itu kemudian beralih ke istrinya, Atty, untuk periode 2012-2017.

"Kasus ini juga membuktikan kalau Itoch masih memiliki pengaruh dalam kekuasaan di Pemerintah Kota Cimahi. Bagaimana dia masih bisa mengendalikan kebijakan dan roda pemerintahan yang tengah digenggam Atty," kata Agus, belum lama ini.

Di satu sisi, Atty yang tengah mencalonkan kembali sebagai calon petahana di Pilkada Kota Cimahi 2017 hanya seperti "boneka." Dia terbilang hanya menjadi "pengetuk palu" setuju dan kemudian menandatangani proyek-proyek Pemkot Cimahi yang telah diatur Itoch.

Sementara kasus kedua adalah penangkapan Bupati Klaten, Sri Hartini, pada akhir Desember. Pemerintahan di Kabupaten Klaten disebut-sebut kental aroma dinasti politik. Sebab, selama 20 tahun atau empat periode, Klaten dipimpin dua pasangan suami istri.

Saat ini, yang menjadi bupati Klaten adalah Sri Hartini dan wakilnya, Sri Mulyani. Keduanya dilantik Februari 2016. Inilah duet bupati dan wakil bupati perempuan pertama di Indonesia.

Sebelum menjadi bupati, Sri Hartini adalah wakil bupati Klaten yang mendampingi Sunarna. Nah, Sunarna ini menjabat bupati selama dua periode. Sunarna merupakan suami Sri Mulyani, wakil bupati Klaten saat ini. Sebelum menjadi bupati, Sunarna merupakan wakil bupati yang mendampingi Haryanto Wibowo. Haryanto menjabat sejak 2000-2005.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, dinasti politik yang terjadi di daerah-daerah memang rentan korupsi. Hal itu terjadi karena dinasti politik di Indonesia masih mengabaikan kompetensi dan integritas saat hendak melanjutkan kekuasaan pada momen pilkada lewat calon yang diusung.

Semestinya dinasti politik tetap memprioritaskan aspek kompetensi dan integritas agar kepala daerah yang muncul betul-betul mampu secara mandiri mengelola tatanan dan pembangunan di daerahnya.

"Dinasti politik di kita memang rentan korup karena yang terpenting bagi mereka (pihak yang melakukan dinasti politik) adalah bagaimana melanggengkan kekuasaan, bukan pada kompetensi dan integritas," ujar dia kepada Republika, Sabtu (31/12).

Dinasti politik marak terjadi di berbagai daerah karena kandidat yang menjadi lawannya di pilkada masih belum memiliki relasi atau jaringan yang kuat di tingkat akar rumput.  Akibatnya masyarakat pada momen pilkada tidak memiliki pilihan yang lain selain calon yang masih ada hubungan keluarga dengan kepala daerah sebelumnya. Posisi masyarakat dalam kondisi ini hanya menerima apa yang terlihat dan lebih dikenalnya.

Dengan begitu, calon yang berasal dari bagian dinasti politik itulah yang diuntungkan. Calon tersebut lebih populer di mata masyarakat karena dikenal memiliki hubungan keluarga dengan kepala daerah sebelumnya.

Partai politik (parpol) pun, lanjut Titi, tidak menyaring betul-betul terhadap calon-calon yang diusungnya pada pilkada. Undang-undang parpol saat ini juga tidak mengatur ihwal mekanisme pengusungan calonnya pada pemilu, pilreg, dan pilkada.

"Di UU parpol itu, mekanismenya diserahkan kepada internal parpol. Ini kan sebetulnya daya ikatnya lemah sekali," ujar dia. 

Sementara, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mewanti-wanti bahaya dari politik dinasti. Selain merampas demokrasi dan hak publik, perilaku politik dinasti dinilai cenderung melahirkan rente yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus benar-benar mengusut kasus pencucian uang, jangan sampai kasus itu mandek. "Kasus pencucian uang seharusnya bisa lebih akseleratif sehingga mencegah tumbuh suburnya dinasti politik. Karena mereka yang diduga melakukan pencucian dan praktik rente, dalam hal ini dinasti politik di Banten," ujar Dahnil dalam keterangannya, Selasa (27/12).

Dahnil mengatakan, akibat pengusutan pencucian uang lamban, kerabat politik dinasti masih bisa melenggang bebas. Dia menyarankan KPK harus mengakselerasi, mengusut kasus pencucian uang, termasuk ke kelompok lain seperti anggota DPRD.

"Seharusnya memang disegerakan. Justru keterlambatan proses hukum itu, juga membiarkan tumbuhnya dengan cepat dinasti politik," kata dia.

Dinasti politik, menurut Dahnil, harus dipotong dengan cara politik. Jangan sampai dinasti itu kembali dengan wajah palsu mengaku-ngaku dizalimi hingga menangis melankolis. Motif seperti itu, kata dia, selalu dilakukan karena mereka (aktor dinasti politik) sadar bahwa masyarakat mudah lupa sehingga gampang diberdayakan dengan cara melankolis.

"Dinasti politik merampas demokrasi yang sehat. Dinasti politik ini tumbuh dari oligarki politik," ujar Dahnil.

Politik bagi elite dinasti politik hanya sekadar alat saluran untuk rente. Memberikan pelayanan publik yang maksimal bukan jadi tujuan utama. Menurut dia, politik hanya lahan untuk mengejear rente memainkan proyek APBD.

Sementara, mantan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto atau kerap dipanggil BW menilai, politik dinasti sangat lekat terhadap perilaku koruptif. Politik yang menurunkan kekuasaan hanya pada garis keturunannya berpotensi menjadi cikal bakal penyelewengan dan korupsi.

"Banyak contoh kekuasaan dinasti di Indonesia yang 'diendus' KPK dan akhirnya pelakunya ditetapkan sebagai tersangka," kata BW.

BW mengatakan, korupsi tak hanya sekadar mencuri uang rakyat. Kinerja yang tak sesuai dengan janji pada masa kampanye, apalagi tak berdampak positif terhadap masyarakat, juga merupakan wujud lain dari perilaku koruptif.

"Ketika tugas dan kewajiban tidak ditujukan dengan kemaslahatan, maka itu sudah termasuk tindakan koruptif," ujar dia. Oleh Umar Mukhtar, Mas Alamil Huda  ed: Muhammad Hafil

***

infografis

Sangkut Paut Dinasti Politik

Calon kepala daerah yang memiliki kepentingan/memiliki hubungan darah/ikatan perkawinan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus dengan pejawat (kepala daerah incumbent) dengan jalur:

- Ke atas

- Ke bawah

- Ke samping

Yakni:

- Ayah

- Ibu

- Mertua

- Paman

- Bibi

- Kakak

- Adik

- Ipar

- Anak

- Menantu

Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement