Rabu 25 May 2016 11:00 WIB

Riwayat Partai Oposisi

Red:

Bergabungnya Golkar dengan pemerintahan Joko Widodo menjadi pukulan telak bagi Koalisi Merah Putih (KMP). Meskipun, nama KMP sudah tak eksis lagi, pertemuan antara pimpinan partai pendukung KMP masih intensif dilakukan. Bahkan, dalam sebuah pertemuan di Markaz Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), beberapa waktu lalu, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) masih sempat berujar KMP tetap bertahan sebagai koalisi yang akan menyeimbangkan pemerintahan Jokowi.

Kondisi berubah setelah Ical turun takhta dan Setya Novanto menjadi penerus. Novanto kembali menegaskan akan membawa Golkar menjadi pendukung Jokowi, dari pusat sampai daerah, dari kursi parlemen DPR, hingga DPRD tingkat I dan II. Kalau Ical masih ragu-ragu mengubah haluan Golkar dari KMP ke pendukung pemerintah, Novanto justru tegas menyatakan dukungannya pada pemerintahan Jokowi. Padahal, Ical adalah ketua harian KMP.

Praktis KMP hanya menyisakan dua partai, Gerindra dan PKS. Secara matematis, kekuatan oposisi semakin lemah di legislatif. Gerindra dan PKS harus menghadapi kekuatan pendukung pemerintahan Jokowi, seperti PDIP, Golkar, PAN, PPP, Nasdem, Hanura, dan PKB. Demokrat masih teguh dengan posisinya sebagai partai penyeimbang.

Gerindra yang ditinggal Golkar dari KMP menyatakan menghargai sikap yang diambil Golkar dengan pemimpin barunya. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, Gerindra tak akan terpengaruh pada sikap Golkar yang merapat ke pemerintah. Gerindra akan tetap pada posisinya sebagai partai oposisi, meskipun kekuatan KMP berkurang.

"Kami tetap meneguhkan kekuatan oposisi atas kontrol pemerintahan Jokowi," tegas Muzani di Jakarta.

Bagi Gerindra, apa pun yang terjadi dengan partai pendukung KMP, Gerindra tetap pada sikapnya untuk menjadi kekuatan yang akan terus mengontrol pemerintahan Jokowi. Bahkan, kata Muzani, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto sudah menyadari sejak awal KMP bakal bernasib seperti ini. KMP dibentuk atas semangat untuk menjadi kontrol atas pemerintahan Jokowi-JK. Koalisi ini terbentuk dari embrio koalisi untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta pada 2014 lalu.

Satu per satu, partai yang mendukung KMP mengubah haluannya. Mulai dari PPP yang sejak awal memang dirundung konflik dualisme. Partai Amanat Nasional (PAN) yang merapat ke Jokowi setelah tampuk kepemimpinan beralih ke Zulkifli Hasan. Lalu sekarang, Golkar yang bergabung dengan pemerintah setelah suksesi ketua umum melalui aklamasi untuk Setya Novanto.

PKS senasib dengan Gerindra, masih tetap pada pendiriannya sebagai oposisi loyal bagi pemerintahan Jokowi. Presiden PKS, Mohammad Sohibul Iman, menyatakan, baik di dalam pemerintahan maupun luar pemerintahan, PKS akan bersikap sama, yaitu loyal untuk kepentingan bangsa. PKS akan tetap memberikan kritik dan masukan pada pemerintahan Jokowi. Sohibul berulang kali menyebut, kritik PKS pada pemerintah harus dianggap sebagai sebuah vitamin.

Jadi, pemerintah diminta untuk tidak takut mendapat kritik dari PKS maupun partai pendukung KMP lainnya. Bahkan, kata Sohibul, sangat tidak beralasan muncul ketakutan Presiden takut ada pemakzulan dari partai pendukung KMP. Sebab, sistem yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial yang memiliki syarat berat. "Posisi kami adalah sebagai oposisi loyal," tegas Sohibul.   Oleh Agus Raharjo, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement