Rabu 11 May 2016 17:00 WIB

Mencegah dengan Kearifan Lokal

Red:

Pemerintah Provinsi Bali tahun ini mengucurkan anggaran hingga Rp 6 miliar untuk merehabilitasi masyarakat yang mengidap HIV-AIDS di Pulau Dewata. Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengatakan, anggaran tersebut untuk penanganan di level puskesmas, rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit provinsi, hingga rumah rehabilitasi yang dikelola lembaga swasta.

"Masyarakat Bali harus berani bersuara dan memeriksakan diri sedini mungkin agar terhindar dari penularan penyakit ini," kata Sudikerta.

Bali juga berencana mempunyai rumah sakit internasional. Harapannya, rumah sakit ini bisa memfasilitasi pengobatan medis berbagai penyakit, termasuk HIV-AIDS dan menjadi rujukan bagi pasien berbagai negara.

Peningkatan kasus HIV-AIDS bak tsunami di Bali, perlu ditekan dengan berbagai cara. Sudikerta menambahkan, Bali pada dasarnya memiliki kearifan lokal yang disebut Mulat Sarira yang bisa menangkal penyebaran HIV-AIDS lebih luas.

Mulat Sarira adalah konsep pengendalian diri dalam kehidupan spritual dan budaya masyarakat Bali. Dalam hal ini, konteksnya adalah membentengi diri supaya tidak terjebak dalam perilaku seks tidak sehat.

Cara lain yang tak kalah penting adalah mengedukasi masyarakat, khususnya usia produktif tentang penyakit mematikan ini. Penggunaan jarum suntik steril, penggunaan kondom secara konsisten bagi mereka yang aktif berhubungan seksual, minum obat antiretroviral (ARV) secara rutin bagi mereka yang sudah terlanjur terjangkit HIV-AIDS, serta penerapan gaya hidup sehat juga diperlukan sebab virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh.

Bertahan hidup dengan HIV-AIDS itu tak mudah. Mereka yang terinfeksi berisiko tinggi terjangkit virus lain, termasuk parasit, bakteri, dan jamur. Penderita HIV-AIDS dengan imunitas rendah bisa terserang penyakit lain, seperti pneumonia, infeksi virus herpes simpleks, tuberkulosis, keracunan darah, dan komplikasi neurologis lainnya.

HIV-AIDS umumnya ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh. Oleh sebab itu, penggunaan alat kontrasepsi berupa kondom bagi pasangan seks termasuk ampuh mencegah penyebaran virus ini, khususnya di Bali sebagai tujuan pariwisata kelas dunia.

Kondom saat ini memang masih kontroversial di kalangan masyarakat Indonesia. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty mengingatkan bahwa kondom di Indonesia hanya diperuntukkan bagi pasangan yang sudah berstatus menikah.

"BKKBN melarang pasangan muda yang belum menikah untuk menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom. Tidak ada kontrasepsi bagi seks pranikah," kata Surya.

Surya menegaskan, Indonesia serius menanggulangi HIV-AIDS. Pada 2030 pemerintah menargetkan Indonesia terbebas dari HIV-AIDS. Pemerintah telah menyiapkan serangkaian strategi, mulai dari perluasan akses skrining, teknik-teknik pengobatan, dan monitoring keberhasilan pengobatan.

Pada 2016 merupakan tahun akselerasi skrining HIV dan sifilis pada ibu hamil. Sebanyak 90 persen dari populasi kunci, khususnya bayi dari ibu yang positif HIV di negara ini harus mengetahui status infeksi mereka melalui diagnosis dini maksimal 2019. Dengan demikian, Indonesia diharapkan benar-benar bebas dari penularan HIV-AIDS pada 2030.    rep: Mutia Ramadhani, ed: Muhammad Hafil

***

Fakta dan Angka

*Bali masuk lima besar penemuan HIV-AIDS terbanyak di Indonesia

*Tiga daerah terbanyak penemuan HIV-AIDS di Bali:

- Kota Denpasar

- Kabupaten Buleleng

- Kabupaten Badung

 *Penyebab pesatnya peningkatan HIV-AIDS di Bali:

- Bali merupakan destinasi pariwisata dunia dengan 3,5 juta wisatawan asing per tahun

- Penutupan lokalisasi prostitusi di Surabaya dan Jakarta membuat pekerja seks komersial bermigrasi ke Bali

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement