Kamis 12 Feb 2015 16:00 WIB

Kontroversi Gaji Tinggi PNS DKI

Red:

Dua orang pria berseragam PNS Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI yang berwarna hijau asyik memilah-milah batu akik di depan gedung DPRD DKI, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, awal pekan ini. Padahal, waktu itu pukul 02.30 WIB, waktu pegawai negeri seharusnya bekerja. Kurang lebih selama tiga puluh menit mereka melihat-lihat batu cincin di tempat beretalase tersebut. Dengan santainya mereka berbincang-bincang dan sesekali menawar harga pada penjual batu.

Sedangkan di kantor Camat Ciracas, Jakarta Timur, lima orang yang juga berseragam PNS berwarna hijau duduk di bangku meja resepsionis. Saat seorang warga datang untuk mengurus surat pindah dan meminta tanda tangan camat, tiga dari lima orang itu seolah berebut untuk melayani warga tersebut. Dua lainnya asyik bermain telepon genggamnya.

Waktu itu jam menunjukkan pukul 10.15 WIB. Pada saat yang sama, di depan kantor camat sejumlah PNS—yang dari wajahnya terlihat senior—duduk-duduk di sebuah warung. Mereka asyik mengobrol sambil merokok dan minum kopi.

Belum lama ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menaikkan gaji PNS dengan nilai yang fantastis. Ahok meningkatkan tunjangan kinerja daerah bagi pejabatnya. Dengan kebijakan tersebut, seorang lurah di DKI bisa mendapatkan gaji dan tunjangan mencapai sekitar Rp 33 juta per bulan. Sedangkan, camat bisa memperoleh gaji dan tunjangan mencapai Rp 48 juta per bulan.

Namun, melihat tingkah para abdi negara itu, sebagian warga DKI pesimis dengan kenaikan gaji PNS yang diinstruksikan oleh Gubernur.

Sebab, belum tentu dengan kenaikan tersebut kinerja mereka meningkat. Karenanya, warga tidak setuju dengan kebijakan gaji pegawai Ibu Kota yang baru.

Salah satunya warga Kelurahan Kemanggisan, Jakarta Barat, Laksmi Widosari (35 tahun). Menurutnya, kenaikan gaji PNS tidak perlu dilakukan. Sebab, tugas pegawai negeri sudah sedikit, jadi tidak sesuai jika gajinya besar.

"PNS itu kan banyak yang jobless (menganggur). Masa gajinya tinggi," kata Laksmi kepada Republika, Ahad (8/2).

Selain itu, dengan gaji sedemikian besar belum tentu bisa menjamin mereka dari korupsi atau pungli. Laksmi mengaku, dirinya pernah dimintai bayaran untuk mengurusi kartu tanda penduduk (KTP) di kelurahan.

"Ya minta, tapi bilangnya seikhlasnya saja. Mau ngasih alhamdulillah. Tidak juga, tidak apa-apa," kata Laksmi menceritakan pengalamannya.

Hampir sama dengan Laksmi, warga Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Abdurrahman (61), menyampaikan bahwa ia tidak percaya jika tunjangan besar tersebut dapat mencegah pegawai pemerintah dari tindak korupsi. Selain itu, menurutnya, banyak PNS yang masih menjalankan tugasnya secara tidak baik. Seperti berkeliaran pada waktu kerja.

"Ya, ada yang keluar cari makan. Keluar jam 12, balik lagi ke kantor kelurahan jam 2," ujar Abdurrahman.

Menimbulkan kecemburuan

Kebijakan Ahok ini menimbulkan kecemburuan di kalangan PNS dan sejumlah kepala daerah. Rano Karno misalnya. Pemeran Doel yang sekarang menjadi plt gubernur Banten itu merasa iri dengan gaji selangit yang diberikan oleh Pemerintah DKI Jakarta, terutama gaji lurah dan camatnya. Bahkan, diakuinya melebihi gaji plt gubernur Banten, yang secara geografis letak Jakarta dan Banten berdampingan.

"Kita yang deket sama Jakarta, masa gaji plt gubernur kalah sama lurah," ungkapnya.

Meskipun begitu, lanjutnya, hal tersebut menjadi penyemangat bagi Pemprov Banten untuk dapat mencapai bahkan mampu menyamai gaji PNS DKI Jakarta. Pada 2015, APBD Banten sendiri hanya mencapai 9,047 triliun, berbanding jauh dengan APBD DKI 2015 yang mencapai Rp 73,083 triliun (delapan kali lipatnya).

Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Iswandi mengatakan standar gaji pokok PNS di seluruh Indonesia sama. Namun, kata dia, pemerintah daerah bisa memberikan tunjangan kinerja sesuai dengan kemampuan daerah.

Namun, ia menuturkan, tunjangan yang besar diberikan kepada PNS di DKI bisa menimbulkan kesenjangan antardaerah. Pasalnya, kemampuan dan potensi daerah sendiri berbeda. "Jangan timbul satu kesenjangan yang menonjol di berbagai daerah," ungkapnya.

Kabid Pembinaan Politik Dalam Negeri Provinsi Sumatra Utara, Achmad Firdausi Hutasuhud, mengatakan, kenaikan gaji PNS yang tinggi akan meminimalisasi penyelewengan oknum PNS kelurahan atau kecamatan. Sebab, selama ini penyelewengan yang dilakukan oknum PNS tertentu dikalim bertujuan untuk mendapat "uang tambahan".

Gaji besar yang akan diberikan kepada PNS di Jakarta dianggap Firdausi wajar. Mengingat tingginya pendapatan daerah yang dihasilkan Ibu Kota.

Namun, dia menekankan, dengan gaji yang tinggi, secara otomatis akan menambah kewajiban PNS untuk bekerja lebih giat dari sebelumnya. "Gaji besar harus kerja lebih keras," katanya menegaskan.

Untuk itu, kata Firdaus, jika ada PNS yang bermalas-malasan dalam bekerja, Pemerintah DKI harus menindak tegas PNS tersebut. Tindakan tegas pimpinan, kata dia, akan membawa wibawa pemimpin.

Soal kebijakannya itu, Ahok berdalih tunjangan besar akan memicu PNS untuk berebut kerja dan bukan merupakan hal yang boros. Dengan sistem pengendali teknis honor tersebut, honor atas proyek yang dulunya mencapai 40 persen dari APBD dapat terpotong.

"Sekarang PNS di DKI berlomba untuk berebut kerja. Ini pemborosan? Sebelum sistem ini, ada honor pengendali teknis, ada honor lagi yang proyek-proyek di atas 30 persen, hampir 40 persen dari APBD," katanya.

Ia mengklaim jika tunjangan dibuat secara dinamis, total yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI hanya 24 persen dari APBD. Selain itu, dengan e-budgeting yang diterapkan mampu memangkas secara otomatis pembelian yang tidak diperbolehkan, seperti mesin penghancur kertas, mesin penghitung uang, dan sebagainya.n c60/c75/c97/c81

***

INFOGRAFIS

Gaji Pejabat Struktural DKI Jakarta

*Lurah                

Gaji Pokok:  Rp 2.082.000

Tunjangan Jabatan: Rp 1.480.000

Tunjangan Kerja Daerah (TKD): Rp 13.085.000

TKD Dinamis: Rp 13.085.000

Tunjangan Transportasi: Rp 4.000.000     

Total:  Rp 33.730.000                                                                                                                             

*Camat

Gaji Pokok: Rp 3.064.000

Tunjangan Jabatan: Rp 1.260.000

TKD Statis: Rp 19.008.000

TKD Dinamis: Rp 19.008.000

Tunjangan Transportasi: Rp 6.500.000  

Total Gaji: Rp 44.284.000                                                                                                    

*Wali Kota

Gaji Pokok: Rp 3.542.000

Tunjangan Jabatan: Rp 3.250.000

TKD Statis: Rp 29.925.000

TKD Dinamis: Rp 29.925.000

Tunjangan Transportasi: Rp 9.000.000

Total Gaji: Rp 75.642.000

*Kepala Biro

Gaji Pokok: Rp 3.542.000

Tunjangan Jabatan Rp 2.025.000

TKD Statis: Rp 27.900.000

TKD Dinamis: Rp 27.900.000

Tunjangan Transportasi: Rp 9.000.000

Total: Rp 70.367.000

*Kepala Dinas:

Gaji Pokok: Rp 3.542.000

Tunjangan Jabatan: Rp 3.250.000

TKD Statis: Rp 29.925.000

TKD Dinamis: Rp 29.925.000

Total: Rp 75.642.000 

Tunjangan Transportasi Rp 9.000.000.

*Jabatan Pelayanan: Rp 9.592.000

*Jabatan Operasional: Rp 13.606.000

*Jabatan Administrasi Rp 17.797.000

*Jabatan Teknis: Rp 22.625.000 

Sumber: APBD DKI Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement