Selasa 15 Jul 2014 12:00 WIB

Keringat, Darah, dan Air Mata Jerman

Red:

RIO DE JANEIRO -- "Jangan Pernah Menyerah karena kamu tidak akan pernah kalah sebelum menyerah". Pepatah tersebut mungkin tepat digunakan untuk menggambarkan kegigihan Jerman dalam menaklukkan Argentina pada partai final Piala Dunia 2014.

Laga yang tersaji di Estadio Maracana, Senin (14/7), menyuguhkan pertarungan yang spartan dari punggawa Der Panzer. Wakil Eropa ini pun harus menunggu hingga menit ke-113 untuk dapat menjebol gawang tim Tango yang dikawal Sergio Romero.

Apa yang diraih anak asuh Joachim Loew bukanlah hasil kerja singkat dan mudah. Mereka memetik hasil kerja keras bertahun-tahun. Tenaga, keringat, darah, dan air mata pun telah mereka korbankan.

Berdasarkan catatan sejarah, tanah Amerika Selatan paling tidak ramah bagi bangsa-bangsa Eropa. Dalam rentang 64 tahun sejak pesta sepak bola dunia pertama digelar di Uruguay pada 1930, belum ada tim Eropa yang mampu berjaya di tanah Amerika Latin.

Empat negara Eropa hanya sanggup menjadi nomor dua, semuanya dihentikan tim-tim penguasa Latin, Brasil dan Argentina. Cekoslowakia dikandaskan Brasil pada Piala Dunia 1962, Italia juga bersimpuh di kaki Brasil di Meksiko 1970, Belanda ditundukkan tuan rumah Argentina 1978, Jerman menjadi korban Argentina di Meksiko 1986, dan terakhir Italia takluk dari Brasil di AS 1994.

Segala sesuatu ada waktunya. Selalu datang hal untuk menjadi yang pertama kali. Dan, pencipta sejarah bernama Jerman itu pun hadir pada Piala Dunia Brasil 2014.

Semua bermula dari proses pembinaan usia dini yang mulai secara serius dilakukan oleh badan sepak bola Jerman (DFB) sejak "hancurnya" Jerman di Euro 2000. Saat itu, Jerman yang berstatus sebagai juara bertahan harus pulang lebih dini dengan status juru kunci grup setelah ditahan imbang Rumania dan dikalahkan oleh Inggris dan Portugal.

Jerman benar-benar serius dalam pembinaan usia mudanya. Proyek ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tapi juga melibatkan kalangan akademisi. Bahkan, DFB mengubah kurikulum pembinaan usia dini umur 9 sampai dengan 13 tahun berdasarkan penelitian mahasiswa Universitas Kohln yang tidak merekomendasikan permainan sepak bola 11 lawan 11 bagi pemain usia di bawah 14 tahun.

Proyek pembinaan usia dini Jerman mulai berbuah manis. Pada beberapa kesempatan di turnamen sebelumnya, Jerman sebenarnya sudah sangat dekat dengan gelar juara. Empat tahun silam di Afrika Selatan, tim Panser juga menampilkan permainan memikat, tapi harus tersingkir di semifinal oleh keperkasaan Spanyol.

Bahkan, pada Piala Dunia 2006 terjadi hal yang lebih tragis lagi. Bertindak sebagai tuan rumah, Jerman menyerah dari Italia, lagi-lagi dalam babak semifinal.

Jerman memberikan contoh bagaimana bangkit dari kegagalan demi kegagalan. Mereka tak pernah kehilangan motivasi, terus bekerja keras untuk memberikan kebanggaan bagi negara. Kini, Die Mannschaft sudah menuai hasil manis di Piala Dunia Brasil 2014. Menahbiskan diri sebagai raja sepak bola di dunia.

Philipp Lahm dan kolega telah menunjukkan kehebatan mereka di lapangan hijau. Meskipun Schweinsteiger harus menderita luka di wajahnya, hingga pelipis dan jidatnya bercucuran darah akibat diganjal tangan pemain Argentina, gelandang Bayern Muenchen ini tetap tampil prima.

Semangat pantang menyerah juga terpatri di kedua tim. Itu terlihat kala dua pemain Jerman dan Argentina tergeletak di lapangan. Mereka saling beradu kepala demi memenangkan duel di udara.

Dengan segala usaha dan pengorbanannya, Jerman pun mampu menciptakan sejarah. Negara yang dalam sejarahnya kalah dalam Perang Eropa itu kini mampu jadi pahlawan benua biru. Jerman membuktikan dengan keringat, darah, dan air mata mereka akhirnya mampu jadi raja dunia di atas tanah Latin Amerika.rep:c79 ed: abdullah sammy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement