Sabtu 14 Jan 2017 14:15 WIB

12 Calon Terindikasi Dinasti

Red:

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengindikasikan 12 calon kepala daerah yang berpotensi meneruskan dinasti politik lewat Pilkada 2017. Berdasarkan penelusuran ICW, potensi kemenangan kedua belas calon tersebut cukup tinggi.

Menurut peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, ke 12 calon kepala daerah tersebut berada di Provinsi Banten, Provinsi Gorontalo, Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Lampung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Pringsewu, Kota Batu, Kabupaten Landak, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Maluku Tengah.

Kedua belas calon itu diketahui memiliki relasi keluarga dengan kepala daerah sebelumnya. ICW mencatat ada empat pola relasi keluarga dari 12 calon, yaitu suami-istri (empat calon), orang tua-anak (empat calon), kakak-adik (tiga orang), dan keponakan mantan kepala daerah (satu calon).

"Potensi para calon ini untuk menang cukup besar. Potensinya bisa dilihat dari dua hal, dari dukungan partai politik (parpol) dan dan survei terhadap mereka," ujar Almas kepada Republika di kantor ICW, Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

Dia menjelaskan, mayoritas dari 12 calon tersebut didukung sebagian besar parpol. Sebagian calon lain hanya didukung dua hingga tiga parpol, tetapi merupakan parpol besar di daerahnya.

Dukungan banyak parpol atau parpol besar memungkinkan elektabilitas calon meningkat. Sebab, selain massa, mereka juga mendapat dukungan politik. "Bisa jadi soal dana kampanye lebih besar sehingga proses kampanye lebih masif dan lebih mudah dikenal," lanjut Almas.

Dia mencontohkan calon bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin, yang merupakan anak dari kepala daerah sebelumnya, Alex Noerdin. Pencalonan  Dodi Reza didukung oleh 11 parpol, yakni PDI Perjuangan, PAN, Gerindra, Demokrat, Golkar, Nasdem, PKS, Hanura, PPP, dan PBB.

Meski begitu, merujuk pada hasil pilkada serentak 2015 lalu, tidak semua calon yang diusung dinasti politik dan parpol besar memenangkan pemilihan. ICW mencatat, hanya lima dari 10 calon dari dinasti politik yang memenangkan pilkada 2015.

"Kondisi ini memperlihatkan kesempatan yang fifty-fifty. Tidak serta-merta ketika diusung oleh dinasti politik, seorang calon bisa menang," tutur dia.

Karena itu, pihaknya menilai peran penyelenggara pilkada dalam menyosialisasikan profil calon kepala daerah harus lebih ditingkatkan. Sebab, masih banyak masyarakat di daerah yang belum menyadari bahwa calon kepala daerah mereka merupakan bagian dari dinasti politik pemimpin sebelumnya yang pernah terjerat kasus korupsi.

Almas mencontohkan kasus korupsi Wali Kota Cimahi, Atty Suharti. Atty saat ini diketahui telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi Tahap II pada 2017.

"Masyarakat harus lebih jeli memahami bahwa ketika ada kasus korupsi yang menjerat kepala daerah, itu bukan perkara sederhana. Apakah tepat jika yang bersangkutan atau relasinya diberi kesempatan lagi untuk memimpin daerah, itu harus dipertimbangkan," ujarnya.

 

 

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, dinasti politik yang terjadi di daerah-daerah memang rentan korupsi. Hal itu terjadi karena dinasti politik di Indonesia masih mengabaikan kompetensi dan integritas saat hendak melanjutkan kekuasaan pada momen pilkada lewat calon yang diusung.

Semestinya, dinasti politik tetap memprioritaskan aspek kompetensi dan integritas agar kepala daerah yang muncul betul-betul mampu secara mandiri mengelola tatanan dan pembangunan di daerahnya.

"Dinasti politik di kita memang rentan korup karena yang terpenting bagi mereka (pihak yang melakukan dinasti politik) adalah bagaimana melanggengkan kekuasaan, bukan pada kompetensi dan integritas," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua KPK  Agus Rahardjo juga menyarankan masyarakat tidak memilih pemimpin daerah yang berasal dari dinasti politik. Imbauan itu dikeluarkan setelah penangkapan Wali Kota Cimahi Atty Suharty dan suaminya yang juga wali kota Cimahi periode 2002-2012, M Itoc Tochija.

"Ke depan, masyarakat harus mempertimbangkan betul dalam memilih kepala daerah. Harapan kita kalau ada kepala daerah yang sering disebut dinasti seperti ini, harus dipertimbangkan betul-betul, apakah penerusnya kompeten dan berintegritas tinggi," kata Agus.     rep: Dian Erika Nugraheny, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement