Jumat 01 Aug 2014 15:30 WIB

PPP Pertimbangkan Jadi Penyeimbang

Red:

JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih belum menutup kemungkinan untuk merapat ke presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun, PPP juga mempertimbangkan menjadi penyeimbang di parlemen.

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP Ahmad Yani mengatakan, PPP siap berada di luar pemerintahan. Apalagi, PPP mempunyai pengalaman menjadi partai penyeimbang selama Orde Baru. "Ingat, PPP pernah juga tidak di kabinet," kata dia, Kamis (31/7).

Posisi sebagai penyeimbang akan menjadikan PPP partai yang netral. Meski tidak berada di pemerintahan, PPP tidak lantas menjadi pengkritik kebijakan pemerintah. PPP akan mendukung setiap kebijakan yang mendukung kesejahteraan rakyat. "Tapi kalau justru sebaliknya, PPP pasti menolak," kata Yani.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Agung Supriyanto

Dukungan DPP PPP

Anggota Komisi III DPR RI itu juga menegaskan, PPP masih berada dalam Koalisi Merah Putih. PPP juga masih memegang komitmen sesuai penandatanganan piagam kesepakatan koalisi permanen di Tugu Proklamasi beberapa waktu lalu.

Namun, Yani menuturkan, PPP akan membahas langkah ke depan muktamar. Langkah tersebut apakah akan bergabung dengan koalisi Jokowi-JK atau menjadi penyeimbang. Dia menabahkan, semua keputusan partai harus melalui mekanisme yang ada dan tidak boleh berdasarkan sikap individu.

Menurut Yani, sikap partai tentu berdasarkan pertimbangan dalam menjalankan politik amar makruf nahi munkar. Muktamar akan dilakukan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Oktober 2014. Sebelum dilakukan muktamar, partai berlambang Ka'bah itu akan menggelar mukernas.

Partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yaitu Partai Gerindra, PAN, PKS, Partai Golkar, PBB, dan Partai Demokrat. Koalisi ini menguasai lebih dari 63 persen kursi di parlemen. Kendati demikian, politisi partai-partai tersebut menyuarakan bakal merapat ke Jokowi-JK. Jokowi dan JK juga membuka pintu bagi partai-partai tersebut untuk bergabung. Namun, partai yang ingin bergabung tidak boleh mengajukan syarat seperti jatah kursi menteri. Sebab, Jokowi-JK sudah berjanji menyusun kabinet profesional pada pemerintahannya.

Sekretaris Jenderal DPP Nasional Demokrat Rio Patrice Capela mengatakan, jabatan menteri di pemerintahan Jokowi-JK sebaiknya juga tidak diserahkan kepada orang yang menjabat ketua umum partai politik. "Tidak rangkap jabatan supaya efektivitas kerja terjadi," kata Sekretaris Jenderal DPP Nasdem Rio Patrice Capela saat dihubungi Republika, Kamis (31/7).

Sebab, rangkap jabatan dalam urusan politik sekaligus publik berpotensi menciptakan konflik kepentingan. Konflik tersebut mulai dari kebijakan yang dapat menguntungkan partainya hingga penggunaan fasilitas negara. "Penggunaan fasilitas negara mestinya tidak terjadi lagi untuk kepentingan politik," ujar Rio. rep:mas alamil huda/muhammad akbar wijaya/c62 ed: ratna puspita

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement