Selasa 16 Aug 2016 18:00 WIB

Menantang Raksasa Digital

Red:

Ketika jejaring sosial Friendster menyihir para anak muda era pertengahan 2000 silam, se orang mahasiswa jurusan teknologi informasi di sebuah kampus swasta di Jakarta jus tru merasakan 'sihir' yang berbeda. Sang mahasiswa, Sanny Gaddaffi, terinspirasi untuk membuat platform serupa versi lokal.

Dia pun beride menghadirkan Friendster ala Indonesia. Dengan latar belakang pen didikan di bidang teknologi informasi, dan sejarah keluarga besar yang kebanyakan berprofesi sebagai wirausaha, Sanny menjajal peruntungan dengan mengembangkan media sosial asli Indonesia bernama Fupei.

Bak gayung bersambut, Fupei banyak di minati pengguna layanan digital di Indonesia. Sejak kemunculannya, Fupei yang sebetulnya merupakan kependekan dari Friends Uniting Program Especially Indonesian, berhasil men jaring puluhan ribu anggota. Bahkan pada 2008, sedikitnya 60 ribu pengguna tercatat memanfaatkan fasilitas bersosialisasi secara daring melalui Fupei.

Jumlah peminat yang lumayan banyak akhirnya mendorong Sanny untuk mengem bangkan Fupei secara komersial. Ia berupaya menggandeng sejumlah merek dagang untuk mau memasang iklannya di Fupei. Namun, akhirnya dia menyadari bahwa bisnis, terlebih di dunia digital, tak selamanya mulus. Tak ada yang tertarik untuk memasang iklan skala besar di situs media sosial yang ia rintis. Alasannya sederhana, profil pengguna Fupei tidak spesifik.

Kesulitan memperoleh pema sang iklan, membuat Sanny sempat banting setir dan memilih berkarier 'aman' dengan menjadi karya wan. Ternyata, keputus an ini pun tidak mem buat dia nyaman. Ha nya dalam hitung an bulan, Sanny me milih un tuk melan jutkan ide-idenya da lam me ngelola bisnis digital.

Satu demi satu platform media so sial dijajalnya. Mu lai dari menggarap me dia yang me nya sar ibu muda, pe giat olahraga ke bugaran, hing ga me dia yang khu sus menyasar gaya hidup dan ke can tikan. Meski sem pat sukses dan me raih pundi-pundi rupiah yang tidak se dikit, satu demi satu pula platform yang dia bangun mulai terganjal masalah. Entah itu ken dala mitra yang kurang pas, investor, hingga kesibukan mitra kerja yang menjadi peng ham bat perkembangan bisnisnya.

Pelajaran yang dipetik kali ini, Sanny menyebutkan, adalah perlunya fokus dalam menjalankan bisnis. Setiap pebisnis, meski memiliki lebih dari satu start up, harus bisa membagi waktu dan pikiran untuk setiap lini bisnis yang dibangun. Empat kali membangun bisnis digital, empat kali pula ia terpaksa berhenti di tengah jalan. Namun, hal ini tidak membuat Sanny kapok dalam berbisnis. Sejak 2014 sampai saat ini, Sanny memilih untuk fokus dan total membangun serta me ngem bangkan bisnis digital ber nama 8village.

"Akhirnya ya getting aware lagi dan buat saya sendiri pengalaman yang lainnya adalah kita harus fokus kan? Dan, di situlah dari semua penga la man yang saya alami, saya pela jari dan terak hir ini yang saya la kukan di 8village. Ide nya dari 2012, terus mu lai serius pada 2014 sam pai saat ini," kata Sanny.

Pada ak hirnya, San ny memilih bertahan pa da bisnis di gi tal yang ter akhir, 8village. Inilah platform media sosial bagi masya rakat pe desaan, memfasilitasi berbagai profesi, se perti petani, nelayan, pedagang, dan pembudi daya untuk berbagi in for masi. Sebelumnya, San ny lebih banyak ber kiblat ke bisnis digital berbasis budaya Barat, kini ia mengaplikasikan keilmuannya untuk kearifan lokal.

Bahkan, berkat ketekunannya, Sanny digandeng oleh pemerintah untuk menyo sialisasikan aplikasi tersebut kepada para petani di Brebes, Jawa Tengah. Ia dipercaya pemerintah untuk menjembatani antara masyarakat pedesaan yang mulai melek teknologi dan para tenaga ahli di bidang pertanian, perikanan, bahkan pedagang besar.

"Masyarakat sampai bisa jualan hasil pertanian mereka. Mereka bisa dapat informasi pupuk subsidi dan data informasi pupuk yang subsidi dari Kementerian Perdagangan. Mereka bisa jualan, dan mereka bisa lapor hasil panen mereka. Jadi, untuk persiapan mereka mau jual atau nanti ada pengepul yang mau beli, ke depan kita berusaha yang dapat manfaat ini tidak cuma petani, tapi seluruh masyarakat," kata Sanny. Sepanjang 10 tahun lalu merintis bisnis digital, Sanny merasakan betul bagaimana dinamika menata dan mengembangkan usaha. Kalau ditotal, Sanny sudah menjajal lima jenis platform media sosial untuk dikembangkan.

Bosan? Sanny mengaku tidak. Baginya, berbisnis dengan melibatkan banyak orang ada satu hal yang mengasyikkan. Belum lagi, lanjutnya, media sosial bisa menjadi jembatan bagi siapa pun untuk berinteraksi dan saling membantu. Kegagalan baginya adalah makanan sehari-hari. Sanny menyebut kalau pebisnis yang andal sejatinya tidak akan pernah merasa khawatir untuk gagal. Pada akhirnya, menurut Sanny, bisnis pasti akan mengalami kendala di tengah jalan.

"Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap kendala yang ada. Pasti kita langsung menyiapkan berbagai opsi," ujar Sanny. Sanny berpesan kepada pemain baru dalam bisnis digital untuk tidak takut berinovasi. Justru, saat ini ia nilai menjadi momen paling ideal untuk memulai bisnis start up.

Bertepatan dengan perayaan Kemer dekaan ke-71 Republika Indonesia, Sanny menilai, pentingnya generasi muda bangsa untuk mengisi kemerdekaan. Baginya, me ngisi kemerdekaan bisa dengan banyak cara. Bagi para pelaku bisnis digital, mengisi ke mer dekaan bisa dengan berinovasi men ciptakan aplikasi yang solutif atas berbagai ? Sanny Gaddaffi permasalahan bangsa.    rep: Sapto Andika Candra, ed: Endah Hapsari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement